ABAD II

sejarah Gereja

Awal abad kedua ditandai dengan meninggalnya rasul terakhir Yesus yaitu Yohanes. Dia meninggal karena usia tua di Efesus setelah selesai menjalani pembuangan di pulau Patmos, tempat dia menulis Kitab Wahyu. Dengan meninggalnya Rasul Yohanes, tidak ada lagi saksi hidup yang pernah bergaul bersama Yesus. Akibatnya, mulailah muncul permasalahan yang sebelumnya tidak menonjol karena sebelumnya masih ada Para Rasul sebagai pedoman.

25. Suksesi Apostolik

Gereja dan Paus

Suksesi apostolik adalah garis para uskup yang membentang kembali ke para rasul. Suksesi berperan penting, salah satunya adalah menjaga Tradisi apostolik, seperti yang diungkapkan dalam instruksi St. Paulus kepada Timotius, “Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain” (2 Tim 2:2). Di sini [Paulus] mengacu pada empat generasi pertama dari suksesi kerasulan—generasinya sendiri, generasi Timotius, generasi yang akan diajar oleh Timotius, dan generasi yang pada gilirannya akan mereka ajar. Tentu saja, Paulus tidak membayangkan suksesi berakhir di sana tetapi terus berlanjut selama dunia akan berlangsung.

2. Tentang Para Bapa

Pengantar

Tradisi!

Tradisi penting bagi setiap orang dan setiap kelompok orang. Itu adalah bagian dari identitas kita. Tradisi mewakili pendidikan kita, budaya kita, segala sesuatu yang telah diturunkan kepada kita oleh generasi sebelumnya. Tradisi adalah — secara harfiah — apa yang diwariskan (what is handed on). Istilah ini berasal dari kata Latin tradere, “mewariskan” (to hand on, meneruskan, menurunkan, mewasiatkan). Tidak semua tradisi itu penting. Beberapa bersifat sembrono (frivolous; remeh, dangkal, tidak penting, tidak keruan) atau bahkan berbahaya (lih. Mrk 7:8 dan Kol 2:8 tentang tradisi “manusia” belaka). Tetapi beberapa memang sangat penting.

16.4. Bukti Patristik

Maria

Di antara para Bapa apostolik, Maria terutama digambarkan dalam surat-surat Ignatius dan biasanya hanya dalam kaitannya dengan kelahiran Kristus. Para kritikus kadang-kadang keberatan bahwa tidak adanya Maria yang digambarkan dalam tulisan-tulisan ini sebagai tidak berdosa atau dikandung tanpa noda menunjukkan bahwa dogma ini tidak memiliki asal apostolik. Tetapi keberatan ini adalah pedang bermata dua, karena baik oleh para Bapa ini dan banyak Bapa mula-mula lainnya, masalah dosa asal juga tidak dibahas. Menurut William Collinge dalam Historical Dictionary of Catholicism-nya, “Ketidakberdosaan Maria, dalam arti kebebasan dari dosa pribadi atau dosa aktual, ditegaskan oleh para penulis abad keempat, tetapi pertanyaan tentang kebebasannya dari dosa asal tidak dapat diangkat sampai doktrin dosa asal telah mendapat rumusan yang jelas dari Agustinus”.1

13.5. Ajaran St. Paulus

api penyucian

Dalam pasal ketiga Surat Pertama kepada Jemaat Korintus, Paulus membahas peran para pelayan dalam Gereja yang dibangun di atas dasar Yesus Kristus (ay. 11). Dia kemudian menulis, “Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu” (ay. 12-13). Menurut David Garland dalam komentarnya yang terkenal tentang 1 Korintus,“ ‘Hari itu’ mengacu pada penghakiman akhir zaman. . . Hari yang berapi-api ini akan ‘menguji’ pekerjaan masing-masing orang”.1

8.6. Bukti Sejarah Kehadiran Nyata

Ekaristi dan Misa

Apakah umat Kristen mula-mula percaya bahwa Ekaristi hanyalah simbol Kristus? Sarjana Protestan Darwell Stone berkata, “Di seluruh tulisan para Bapa, ada kesepakatan yang tidak terputus bahwa roti dan anggur yang dikonsekrasikan adalah tubuh dan darah Kristus, dan bahwa Ekaristi adalah kurban”.1 J. N. D. Kelly juga mengatakan, “Ajaran Ekaristi, yang harus dipahami sejak awal, secara umum tidak diragukan lagi adalah realis, yaitu, roti dan anggur yang dikonsekrasi dipahami, dan diperlakukan serta ditetapkan sebagai, tubuh dan darah Juruselamat”.2 Sebuah survei singkat dari para Bapa dengan mudah mengkonfirmasi kesimpulan ini.

40. DOA-DOA UNTUK ORANG YANG SUDAH MENINGGAL

Kebiasaan Orang Katolik

Beberapa tahun yang lalu saya melakukan ziarah ke Roma dengan seorang teman baik. Saya tidak mengetahuinya pada saat itu, tetapi salah satu ujudnya untuk perjalanan itu adalah penyembuhan. Dia ingin Tuhan “memperbaiki” (fix) emosi yang bertentangan yang dia rasakan terhadap ayahnya, yang telah meninggal selama bertahun-tahun. Teman saya memang disembuhkan, di salah satu dari situs-situs suci, oleh aliran rahmat yang tiba-tiba, terwujud dalam luapan air mata.

4.2. Sejarah Kanon

kanon Perjanjian Baru

Kesaksian para Bapa apostolik paling awal menunjukkan bahwa mereka tidak hanya tidak memiliki kanon Kitab Suci yang tertutup (closed canon), tetapi mereka juga mengandalkan kesaksian lisan untuk melengkapi catatan tertulis ini. Papias, yang menulis pada tahun 125 M, mencari kesaksian dari mereka yang mengenal para rasul dan berkata, “Saya membayangkan bahwa apa yang akan didapat dari kitab-kitab tidak begitu menguntungkan bagi saya seperti apa yang datang dari suara yang hidup dan kekal”.1 Karya-karya abad pertama seperti Didache dan First Epistle of Clement tampaknya menggunakan Injil Matius, tetapi lebih sering mereka mendukung ajarab-ajaran mereka dengan kutipan-kutipan dari Perjanjian Lama atau tradisi lisan.2

BAB 12. St. Irenaeus dari Lyons

Misa Umat Kristen Mula-mula

Irenaeus adalah tokoh penting dalam sejarah Gereja perdana. Lahir di Smirna (Izmir di Turki modern), ia melewati masa kecilnya sebagai murid yang penuh perhatian dari uskup tua Polikarpus (wafat 156), yang di masa mudanya sendiri telah menerima Injil dari Rasul Yohanes. Dengan demikian, karya Irenaeus berfungsi sebagai jembatan antara zaman kerasulan dan zaman para Bapa Gereja di kemudian hari. Selain itu, sebagai orang Timur yang menghabiskan tahun-tahun paling produktifnya di Barat, ia juga menjangkau dua budaya Kristen yang, bahkan pada abad kedua, sudah cukup berbeda.

4. Otoritas Tradisi Apostolik

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Dengan semua bukti yang telah kita lihat sampai saat ini menunjukkan keaslian Tradisi Katolik — dengan melihat betapa tak terbantahkannya tradisi itu dalam Gereja mula-mula — kita tidak perlu banyak bicara untuk penjelasan tentang apa yang dipikirkan Gereja perdana tentang otoritas Tradisi Suci. Beberapa contoh pernyataan patristik beikut ini, yang diambil dari tujuh abad pertama Kekristenan, sudah cukup untuk membuktikan bahwa orang Kristen paling awal memandang (regarded; memperhatikan, mengharagai, menghormati, memperhitungkan…red) Tradisi Suci sebagai sesuatu yang otoritatif dan perlu. Tradisi, bagi orang Kristen awal sebagaimana juga sekarang bagi orang Kristen zaman modern, adalah cara Gereja untuk memastikan bahwa ajarannya sesuai dengan apa yang diajarkan Kristus dan para Rasul. Inilah sebabnya, ketika bidah seperti Arianisme muncul, yang menyangkal Trinitas dan keilahian Kristus, Gereja pada abad ketiga dan keempat dapat secara memadai menyangkal (adequately refute; menyanggah, membuktikan bahwa [itu] salah…red) klaim kitab suci kaum Arian. Sama seperti Saksi Yehova atau Mormon di zaman modern ini, kaum Arian hanya bisa mengutip Kitab Suci (di luar konteks dan tentu saja dengan interpretasi yang salah). Mereka tidak dapat merujuk (atau naik banding) pada sebuah Tradisi yang tak terputus dari interpretasi otentik dari bagian-bagian Kitab Suci itu. Namun, Gereja Katolik dapat melakukannya. Dan dengan rujukannya kepada otoritas Tradisi Apostolik, sebagai pernyataan persetujuan yang diperlukan untuk Kitab Suci, Gereja mampu menghadapi dan mengalahkan tantangan doktrinal yang diajukan oleh bidat seperti Arianisme, Nestorianisme, Monofisit, dan kelompok-kelompok lainnya yang menyimpang secara teologis.