6.5. Kasus Honorius

Kepausan

Hal itu menyisakan kita dengan Honorius, yang sejauh ini merupakan contoh favorit di antara para kritikus yang mengatakan beberapa paus jelas-jelas mengajarkan kesalahan dan bertentangan dengan apa yang katanya karisma infalibilitas mereka. Menurut apologis Protestan Todd Baker, “Paus Honorius (625-638 M) dikutuk setelah kematiannya sebagai bidat karena kepercayaan monoteletisnya (doktrin bahwa Kristus hanya memiliki satu kehendak) oleh Konsili Konstantinopel Ketiga yang diadakan pada tahun 680 M”.1 Untuk menentukan apakah tuduhan ini akurat, kita harus memeriksa dua aspek dari kasus Paus Honorius — tulisan-tulisannya yang diduga sesat dan kecaman yang dia terima di Konsili Konstantinopel Ketiga.

6.4. Dugaan Kasus-kasus “Kesalahan (Fallibility)” Kepausan

Kepausan

Orang-orang Protestan yang percaya bahwa beberapa paus sungguh mengajarkan kesalahan biasanya mengutip contoh Liberius (352-366), Zosimus (417-418), Vigilius (537-555), dan Honorius (625-638). Tetapi ketika kita memeriksa fakta-fakta yang berkaitan dengan masing-masing paus ini, kita melihat bahwa tidak satu pun dari mereka mengajarkan bidaah dengan cara yang mengikat seluruh Gereja (mereka tidak mempromulgasikan sebuah pernyataan ex cathedra).

6.3. Sejarah dan Infalibilitas Kepausan

Kepausan

Para apologis Protestan yang berusaha menyangkal doktrin infalibilitas kepausan biasanya mengklaim bahwa doktrin itu muncul lama setelah para rasul dan karena itu bukan bagian dari Perbendaharaan Iman apostolik. Atau, mereka mencoba menyajikan contoh-contoh paus yang diduga mempromulgasikan doktrin sesat, yang akan membantah klaim bahwa setiap paus menerima karisma infalibilitas.

6.2. Argumen-argumen Historis menentang Kepausan

Kepausan

Beberapa kritikus mengklaim bahwa para uskup Roma yang sederhana tidak akan terlihat seperti para paus modern yang bergerak melalui kerumunan orang via “mobil paus”. Di satu sisi itu benar, tetapi gereja-gereja rumah mula-mula yang sederhana tidak akan juga terlihat seperti “gereja-gereja megah” Protestan modern. Karena itu tidak menyangkal teologi Evangelikal, perubahan-perubahan dalam adat-kebiasaan kepausan juga tidak menyangkal teologi Katolik. Dalam arti lain, para paus awal didekati oleh kerumunan orang, dan, dalam kasus Petrus, beberapa dari kerumunan orang seperti ini berharap bayangannya akan mengenai mereka sehingga mereka dapat disembuhkan dari sakit mereka (Kis 5:15); jadi ada preseden sejarah untuk sanjungan yang sering diterima paus saat ini.

6.1. Bukti Keutamaan Kepausan

Kepausan

Tulisan paling awal kita berasal dari seorang paus setelah Petrus, Klemens dari Roma, yang menurut Tertullianus ditahbiskan oleh Petrus dan dijelaskan oleh Irenaeus sebagai penerus ketiga Petrus.1 Suatu saat di paruh kedua abad pertama Klemens menanggapi perselisihan di Gereja Korintus melalui surat yang sekarang dikenal sebagai Surat Pertama Klemens (1 Klemens), yang membahas tentang pemecatan tidak adil beberapa pemimpin di gereja lokal.

5.8. Infalibilitas dan Kitab Suci

Kepausan

Mat 16:18 mengatakan “alam maut” [teks Inggris; gates of Hades; gerbang-gerbang Hades [Neraka]” tidak akan pernah menang melawan Gereja, jadi masuk akal bahwa gembala Gereja Kristus tidak akan pernah mengarahkannya ke neraka dengan secara dogmatis mengajarkan bid’ah. Luk 22:31-32 mencatat Yesus memberi tahu Petrus, “Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu”. Bahasa Yunani asli dalam perikop itu menunjukkan bahwa Setan menuntut untuk menyaring “kamu”, atau semua rasul, tetapi Yesus berdoa secara khusus agar Petrus dan imannya tidak gugur.1

5.7. Infalibilitas Kepausan

Kepausan

Doktrin infalibilitas kepausan mengajarkan bahwa paus memiliki rahmat khusus dari Allah yang melindunginya dari mengikat Gereja untuk mengimani kesalahan. Rahmat ini terkait dengan Rahmat umum yang Kristus berikan kepada Gereja yang mencegah seluruh dewan para uskup, serta umat beriman secara keseluruhan, agar tidak jatuh ke dalam kesalahan. Namun, untuk tujuan diskusi kita, kita hanya akan memeriksa aspek-aspek infalibilitas yang secara langsung berkaitan dengan jabatan kepausan. Katekismus menjelaskannya sebagai berikut:

5.6. Petrus di Roma

Kepausan

Beberapa orang Protestan mengklaim bahwa Petrus tidak pernah berada di Roma, apalagi dia adalah uskup kota itu. Apologis Reformed Lorraine Boettner berkata, “Sebenarnya tidak ada bukti Perjanjian Baru, atau bukti sejarah apapun, bahwa Petrus ada di Roma”.1 Contoh paling awal dari klaim ini berasal dari Marsilius dari Padua (1275-1342), yang berkata tentang Petrus, “Tidak dapat dibuktikan dengan Kitab Suci bahwa dia adalah uskup Roma atau, terlebih lagi, bahwa dia pernah berada di Roma”.2 Namun, tidak hanya ada bukti kuat bahwa Petrus berada di Roma, tetapi jenazah Petrus terbaring di bawah Kota Vatikan. Menurut Oxford Dictionary of Saints, “Adalah mungkin bahwa makam [Petrus] otentik. Juga penting bahwa Roma adalah satu-satunya kota yang pernah diklaim sebagai tempat kematian Petrus”.3

5.5. Menentang Bukti Alkitab

Kepausan

Bahkan para kritikus kepausan mengakui bahwa perikop-perikop ini tampaknya mengajarkan doktrin itu. D. A. Carson mengatakan bahwa ketika teks Petrine dalam Yoh 21 dan Mat 16 digabungkan, “argumen [untuk primat Petrine] memperoleh suatu kemungkinan yang masuk akal”.1 Tentu saja, para sarjana ini menemukan sesuatu yang lain dalam Kitab Suci yang, menurut pendapat mereka, meniadakan konsep kepausan, jadi teks-teks itulah yang sekarang harus kita periksa.

5.4. Sang Gembala

Kepausan

Injil Matius menggambarkan janji bahwa Petrus akan menjadi fondasi Gereja dan menerima otoritas Kristus untuk mengawasinya. Epilog Injil Yohanes (21:1-19) mengungkapkan pemenuhan janji itu melalui penugasan Yesus kepada Petrus untuk menjadi gembala kawanan-Nya. Adegan dimulai dengan Yesus menampakkan diri kepada para murid yang sedang memancing dan gagal menangkap apa pun. Yesus, yang tidak dikenal oleh para murid, memanggil mereka dan mendorong mereka untuk menebarkan jala mereka sekali lagi. Mereka menangkap ikan dalam jumlah besar (153 tepatnya), di mana mereka mengenali Yesus, yang mendorong Petrus untuk melompat ke laut dan segera bersatu kembali dengan gurunya. Kemudian, setelah sarapan, Yohanes menggambarkan Petrus dan Yesus terlibat dalam sebuah percakapan di mana Yesus menyuruh Petrus “memberi makan domba-domba-Ku” (feed my lambs), “gembalakanlah domba-domba-Ku” (tend my sheep), dan “memberi makan domba-domba-Ku” (feed my sheep) (ay. 15-17). Oleh karena itu, Petrus ditugaskan untuk memberikan perawatan rohani (spiritual care; “memberi makan domba-domba-Ku”) dan kepemimpinan (tend my sheep; “menggembalakan domba-domba-Ku”) kepada Gereja Kristus.