18. Luther, Leo, dan Dampaknya

Renaisans dan Reformasi

“Sekarang Tuhan telah memberi kita kepausan, marilah kita menikmatinya.” Penerus Julius II, Leo X, tidak pernah mengucapkan kata-kata tersebut. Kata-kata itu meleset dari sasaran pria itu, tapi kebenarannya cukup untuk membuat kata-kata itu menempel padanya bagaikan lem. Leo cerdas, saleh, memperhatikan tugasnya sebagai paus (seperti yang dia lihat) dan, berbeda dengan para pendahulunya, bebas dari hubungan asmara. Tapi dia memiliki kelesuan aristokrat yang ditangkap Raphael dalam potretnya yang terkenal. Dia mengumpulkan sekelompok penyair dan musisi di sekelilingnya, yang bersamanya merasa lebih nyaman dibandingkan dengan siapa pun. Saat menjadi paus, ia mempekerjakan 683 pelayan, termasuk seorang penjaga gajah kepausan.

17. Para Paus Renaisans

Renaisans dan Reformasi

Ungkapan para paus Renaisans membuat orang-orang tersenyum masam, seolah-olah menunjukkan bahwa mereka tahu betapa bajingannya mereka. Nama Borgia langsung terlintas di benak saya. Buku-buku teks suka menggambarkan mereka sebagai pemberi tongkat yang mendorong Luther mencela institusi tersebut sebagai tempat pembuangan limbah kejahatan dan para paus sebagai orang yang sangat anti-Kristus. Namun ekspresi tersebut menghadirkan senyuman lain di wajah para sejarawan seni, sebuah senyum kenikmatan. Dari pertengahan abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-17, para Paus, keluarga mereka, dan orang-orang lain dalam rombongan mereka termasuk di antara para pendukung seni yang paling tercerahkan dan boros sepanjang masa. Mereka kebetulan mempunyai orang-orang jenius yang luar biasa—Raphael, Michelangelo, Bernini, dan Caravaggio. Seolah-olah ini belum cukup, mereka juga memiliki Botticelli, Signorelli, Perugino, Pinturicchio, Pietro da Cortona, Bramante, Borromini, dan tampaknya tak terhitung banyaknya seniman, arsitek, insinyur, dan perencana kota lainnya yang memiliki bakat luar biasa dan menakjubkan. Mereka mengubah Roma menjadi kota dengan kekayaan seni yang tak tertandingi.

16. Kepausan Yang Dipulihkan

Renaisans dan Reformasi

[Paus] Martinus V, yang kuat, cakap, dan cerdik secara politis, hidup relatif sederhana meskipun berasal dari salah satu keluarga bangsawan besar di Roma. Meskipun demikian, ia memanfaatkan gengsi dan kekuasaan keluarganya dengan baik, terkadang dengan cara yang kasar, jika itu sesuai dengan tujuannya. Dia bertekad untuk mengembalikan kepausan ke Roma, tempat kedudukan keluarganya, tetapi yang lebih penting lagi, tempat kedudukan Santo Petrus. Bagi banyak orang, keputusan untuk kembali ke sana bukanlah kesimpulan yang sudah pasti. Roma, yang tidak pernah mudah untuk diatur atau dilindungi, telah diabaikan dan dibiarkan melayang selama satu abad. Infrastruktur telah terkikis, gereja-gereja dan bangunan-bangunan publik telah rusak, dan daerah-daerah di sekitarnya telah menjadi rumah bagi para perampok. Selain itu, Negara-negara Kepausan (Papal States), yang menjadi garis pertahanan pertama bagi kota, dikendalikan oleh para penguasa lokal atau, kadang-kadang, orang-orang kaya baru seperti Braccio da Montone, yang mendominasi sebagian besar wilayah tersebut. Roma sendiri dikuasai oleh pasukan Neapolitan (Neapolitan troops), yang mengharuskan Martinus untuk menegosiasikan masuknya dia ke sana dengan Ratu Joanna II.

13. Bonifasius VIII : Klaim-klaim Besar, Penghinaan Besar

Perkembangan, Kemunduran, Kekacauan

Pada akhir abad yang dibuka secara menguntungkan dengan Innosensius III (Innocent III), kepausan kelak memasuki dua periode yang sangat sulit dan penuh skandal, yang disebut Pembuangan Babilonia (Babylonian Captivity), yang terpisah ke dalam Skisma Besar Barat (the Great Western Schism). Ruang depan untuk periode-periode itu adalah kepausan berturut-turut dari Selestinus V (Celestine V) dan Bonifasius VIII (Boniface VIII). Dalam Divine Comedy-nya Dante (Divine Comedy), yang sezaman dengan para paus, menempatkan keduanya di neraka.

12. Innosensius III : Wakil Kristus

Perkembangan, Kemunduran, Kekacauan

Perang salib pertama. Konkordat pertama. Konsili kepausan pertama. Evolusi solusi yang bisa diterapkan untuk kontroversi penahbisan (Investiture Controversy). Munculnya para kardinal tidak hanya sebagai pembuat paus tetapi sebagai anggota kuria. Abad ke-12 membuka era baru bagi kepausan seperti yang terjadi di Eropa secara lebih umum. Para monarki sejati sekarang telah muncul dari kekacauan feodal, dan mereka adalah negara penguasa yang dapat kita mulai identifikasi sebagai Inggris, Prancis, dan, setidaknya sampai batas tertentu, Jerman (lebih dikenal sebagai kekaisaran). Monarki-monarki lain juga muncul di Eropa Timur, misalnya, dan di Spanyol.

10. Gregorius VII : Siapa yang Bertanggung Jawab di Sini?

Membawa Keteraturan dari Kekacauan

Bayangkan diri Anda sendiri seorang kaisar dengan pakaian pertobatan berdiri di salju di luar kastil memohon pengampunan dari seorang paus yang menjadi tamu di dalamnya. Tahunnya 1077, tempatnya adalah Canossa (sebuah desa kecil di Apennines), kaisarnya adalah Henry IV (putra Henry III), dan pausnya adalah Gregorius VII (sebelumnya dikenal sebagai Hildebrand). Adegan ini sangat kontras dengan adegan di Sutri pada tahun 1046 ketika ayah Kaisar Henry IV duduk dengan bangga dalam pengadilan atas tiga penggugat kepausan, memeriksa deposisi mereka, dan kemudian menempatkan kandidatnya sendiri di atas takhta. Dalam tiga puluh tahun yang terintervensi di antara adegan-adegan ini, sebuah revolusi telah terjadi dan sebuah kontroversi besar telah meledak.

8. Saat-saat Tergelap Mereka

Membawa Keteraturan dari Kekacauan

Pada paruh pertama abad kesembilan pada masa pemerintahan Charlemagne dan bahkan masa pemerintahan putranya Louis yang Saleh  (Louis the Pious), orang Kristen Barat tampak baik adanya seperti selama dua abad. Di Roma, serangkaian paus yang sebagian besar berumur pendek dan tidak terlalu penting menggantikan satu sama lain, kadang-kadang dibebani oleh pemilihan yang sekarang agak sering diperdebatkan, tetapi mereka tidak harus berurusan dengan pergolakan atau krisis besar. Kerajaan Charlemagne pada akhir hidupnya membentang dari Prancis selatan hingga ke timur sejauh Saxony dan selatan ke Italia. Prestasi budaya dan agamanya sama mengesankannya. Meskipun dia sendiri mungkin tidak bisa menulis, dia mengumpulkan di istananya sekelompok cendekiawan yang begitu cemerlang, yang dipimpin oleh Alcuin yang agung, sehingga itu adalah pusat dari apa yang disebut Renaisans Carolingian (Carolingian Renaissance).

7. Charlemagne: Juruselamat atau Tuan?

Membawa Keteraturan dari Kekacauan

Saat itu tahun 800. Bayangkan basilika St. Petrus selama misa pada Hari Natal. Pada titik tertentu Paus Leo III mengambil sebuah mahkota di tangannya dan meletakkannya di atas kepala Charlemagne, putra Pepin dan raja kaum Frank. Mahkota ini tidak menandakan kerajaan belaka tetapi martabat kekaisaran, sebuah interpretasi segera terkonfirmasi ketika umat, jelas siap untuk apa yang terjadi, memecah kata-kata yang disediakan untuk kaisar, bernyanyi tiga kali, “Charles, yang paling saleh, Augustus, dimahkotai oleh Tuhan, kaisar yang hebat dan cinta damai, umur panjang dan kemenangan!”[1] Menurut laporan dari istana Charlemagne, paus mencium tanah di depannya, suatu isyarat yang diperuntukkan bagi kaisar. Catatan-catatan kepausan menghilangkan detail penting itu tetapi mencatat, sebaliknya, bahwa Leo mengurapi Charlemagne dan memanggilnya “putra yang istimewa” (excellent son).

6. Yunani, Lombardia, Franka

Membawa Keteraturan dari Kekacauan

Dalam benak Anda, bayangkan tiga adegan. Yang pertama terjadi di Roma sekitar lima puluh tahun setelah kematian Gregorius. Bayangkan sendiri seorang paus, sakit parah. Dia berada di katedral St. Yohanes Lateran, di mana dia berlindung sebagai tempat kudus untuk menyelamatkan diri dari para agen kaisar. Para agen menista tempat kudus itu, menangkap paus, menanggalkan jubah kepausannya, dan menyelundupkannya ke kapal menuju Konstantinopel. Begitu sampai di Konstantinopel, paus Martin I (paus Martinus I), diadili atas tuduhan pengkhianatan yang dibuat-buat. Dia dinyatakan bersalah, diseret dengan rantai di jalan-jalan, dicambuk di depan umum, dan dijatuhi hukuman mati, yang diubah menjadi penjara seumur hidup. Paus meninggal enam bulan kemudian karena kedinginan, kelaparan, dan perlakuan kasar.

5. Gregorius Agung

Dari Pinggiran ke Pusat Dunia Romawi

Gregorius I menjadi paus pada akhir abad keenam (590–604). Saat ini orang-orang Jerman menguasai sebagian besar wilayah Barat—Visigoth di Spanyol, Lombardia di Italia utara, kaum Frank (Franka) di Prancis saat ini dan lebih jauh ke timur, dan Saxon bahkan lebih jauh ke timur, dan seterusnya. Dari orang-orang ini semua kecuali kaum Frank adalah Arian, yang bagi umat Katolik hampir sama buruknya dengan menjadi penyembah berhala. Yang paling berbahaya bagi Roma adalah bangsa Lombardia, berpusat di Pavia di selatan Milan dan umumnya terletak di bagian Italia yang sekarang dikenal sebagai Lombardia. Tidak seperti orang Hun dan Vandal, orang Lombardia datang dan tinggal, dan hati mereka terpaku untuk memperluas wilayah mereka. Pada tahun 569 mereka merebut Milan, bekas ibu kota kekaisaran, dan raja mereka mengambil gelar Penguasa Italia. Mereka segera menduduki sebagian besar Italia utara.