12. Innosensius III : Wakil Kristus

Perkembangan, Kemunduran, Kekacauan

Perang salib pertama. Konkordat pertama. Konsili kepausan pertama. Evolusi solusi yang bisa diterapkan untuk kontroversi penahbisan (Investiture Controversy). Munculnya para kardinal tidak hanya sebagai pembuat paus tetapi sebagai anggota kuria. Abad ke-12 membuka era baru bagi kepausan seperti yang terjadi di Eropa secara lebih umum. Para monarki sejati sekarang telah muncul dari kekacauan feodal, dan mereka adalah negara penguasa yang dapat kita mulai identifikasi sebagai Inggris, Prancis, dan, setidaknya sampai batas tertentu, Jerman (lebih dikenal sebagai kekaisaran). Monarki-monarki lain juga muncul di Eropa Timur, misalnya, dan di Spanyol.

7. Charlemagne: Juruselamat atau Tuan?

Membawa Keteraturan dari Kekacauan

Saat itu tahun 800. Bayangkan basilika St. Petrus selama misa pada Hari Natal. Pada titik tertentu Paus Leo III mengambil sebuah mahkota di tangannya dan meletakkannya di atas kepala Charlemagne, putra Pepin dan raja kaum Frank. Mahkota ini tidak menandakan kerajaan belaka tetapi martabat kekaisaran, sebuah interpretasi segera terkonfirmasi ketika umat, jelas siap untuk apa yang terjadi, memecah kata-kata yang disediakan untuk kaisar, bernyanyi tiga kali, “Charles, yang paling saleh, Augustus, dimahkotai oleh Tuhan, kaisar yang hebat dan cinta damai, umur panjang dan kemenangan!”[1] Menurut laporan dari istana Charlemagne, paus mencium tanah di depannya, suatu isyarat yang diperuntukkan bagi kaisar. Catatan-catatan kepausan menghilangkan detail penting itu tetapi mencatat, sebaliknya, bahwa Leo mengurapi Charlemagne dan memanggilnya “putra yang istimewa” (excellent son).

30. Otoritas Paus

Gereja dan Paus

Para Bapa Gereja mengakui bahwa para penerus Petrus berbagi otoritas atau keunggulannya yang istimewa. Dalam berbagai cara, para Bapa membuktikan fakta bahwa gereja Roma adalah pusat, gereja yang otoritatif. Mereka mengandalkan Roma dalam meminta nasihat, untuk mediasi dalam perselisihan, dan untuk bimbingan sehubungan dengan masalah-masalah doktrinal. Mereka mencatat, seperti yang dilakukan St. Ignatius dari Antiokhia, bahwa Roma memegang “kepemimpinan” (presidency) di antara gereja-gereja lain, dan bahwa, seperti yang dijelaskan St. Irenaeus dari Lyons, “karena asalnya yang unggul, semua gereja harus setuju” dengan Roma. Para bapa Gereja juga dengan gamblang pada fakta bahwa persekutuan dengan Roma dan uskup Romalah yang menyebabkan seseorang berada dalam persekutuan dengan Gereja Katolik. Ini menunjukkan pengakuan bahwa, seperti yang dikatakan St. Siprianus dari Kartago, Roma adalah “gereja utama, di mana kesatuan keimamatan memiliki sumbernya.”

29. Para Penerus Petrus

Gereja dan Paus

Para Bapa Gereja mengakui Petrus sebagai batu karang yang di atasnya Yesus menyatakan bahwa Dia akan mendirikan Gereja-Nya; ini memberinya keunggulan khusus; dan dia pergi ke Roma, di mana dia menjadi martir. Dalam bab ini kita melihat bahwa para Bapa juga mengakui bahwa Petrus meninggalkan seorang penerus di Roma. Dengan demikian uskup Roma — paus — terus memenuhi peran Petrus dalam generasi Gereja berikutnya.

27. Keutamaan Petrus

Gereja dan Paus

Dalam bab sebelumnya, kita melihat bahwa para Bapa Gereja mula-mula memiliki kesadaran akan Petrus sebagai batu karang di mana Gereja didirikan. Ini adalah sebuah metafora, tetapi sebagaimana semua metafora, tentu memiliki makna.

26. Petrus Sang Batu Karang

Gereja dan Paus

Kata Yesus kepada Petrus “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Mat 16:18; You are Peter, and on this rock I will build my Church, and the gates of hell will not prevail against it).

25. Suksesi Apostolik

Gereja dan Paus

Suksesi apostolik adalah garis para uskup yang membentang kembali ke para rasul. Suksesi berperan penting, salah satunya adalah menjaga Tradisi apostolik, seperti yang diungkapkan dalam instruksi St. Paulus kepada Timotius, “Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain” (2 Tim 2:2). Di sini [Paulus] mengacu pada empat generasi pertama dari suksesi kerasulan—generasinya sendiri, generasi Timotius, generasi yang akan diajar oleh Timotius, dan generasi yang pada gilirannya akan mereka ajar. Tentu saja, Paulus tidak membayangkan suksesi berakhir di sana tetapi terus berlanjut selama dunia akan berlangsung.

6.3. Sejarah dan Infalibilitas Kepausan

Kepausan

Para apologis Protestan yang berusaha menyangkal doktrin infalibilitas kepausan biasanya mengklaim bahwa doktrin itu muncul lama setelah para rasul dan karena itu bukan bagian dari Perbendaharaan Iman apostolik. Atau, mereka mencoba menyajikan contoh-contoh paus yang diduga mempromulgasikan doktrin sesat, yang akan membantah klaim bahwa setiap paus menerima karisma infalibilitas.

6.2. Argumen-argumen Historis menentang Kepausan

Kepausan

Beberapa kritikus mengklaim bahwa para uskup Roma yang sederhana tidak akan terlihat seperti para paus modern yang bergerak melalui kerumunan orang via “mobil paus”. Di satu sisi itu benar, tetapi gereja-gereja rumah mula-mula yang sederhana tidak akan juga terlihat seperti “gereja-gereja megah” Protestan modern. Karena itu tidak menyangkal teologi Evangelikal, perubahan-perubahan dalam adat-kebiasaan kepausan juga tidak menyangkal teologi Katolik. Dalam arti lain, para paus awal didekati oleh kerumunan orang, dan, dalam kasus Petrus, beberapa dari kerumunan orang seperti ini berharap bayangannya akan mengenai mereka sehingga mereka dapat disembuhkan dari sakit mereka (Kis 5:15); jadi ada preseden sejarah untuk sanjungan yang sering diterima paus saat ini.

6.1. Bukti Keutamaan Kepausan

Kepausan

Tulisan paling awal kita berasal dari seorang paus setelah Petrus, Klemens dari Roma, yang menurut Tertullianus ditahbiskan oleh Petrus dan dijelaskan oleh Irenaeus sebagai penerus ketiga Petrus.1 Suatu saat di paruh kedua abad pertama Klemens menanggapi perselisihan di Gereja Korintus melalui surat yang sekarang dikenal sebagai Surat Pertama Klemens (1 Klemens), yang membahas tentang pemecatan tidak adil beberapa pemimpin di gereja lokal.