ABAD III

sejarah Gereja

Abad ke-3 dapat dikatakan sebagai abad penganiayaan bagi para pengikut Kristus. Jika di abad pertama penganiayaan datang dari bangsa Yahudi, maka di abad ke-3 penganiayaan datang dari ke kaisaran Romawi. Alasan umum penganiayaan adalah; bahwa para pengikut Kristus menolak menyembah Kaisar sebagaimana menyembah Allah. Alasan kedua adalah; pengikut Kristus dicap sebagai antisosial karena tidak mau berpartisipasi dalam berbagai festival Pagan Romawi.

30. Otoritas Paus

Gereja dan Paus

Para Bapa Gereja mengakui bahwa para penerus Petrus berbagi otoritas atau keunggulannya yang istimewa. Dalam berbagai cara, para Bapa membuktikan fakta bahwa gereja Roma adalah pusat, gereja yang otoritatif. Mereka mengandalkan Roma dalam meminta nasihat, untuk mediasi dalam perselisihan, dan untuk bimbingan sehubungan dengan masalah-masalah doktrinal. Mereka mencatat, seperti yang dilakukan St. Ignatius dari Antiokhia, bahwa Roma memegang “kepemimpinan” (presidency) di antara gereja-gereja lain, dan bahwa, seperti yang dijelaskan St. Irenaeus dari Lyons, “karena asalnya yang unggul, semua gereja harus setuju” dengan Roma. Para bapa Gereja juga dengan gamblang pada fakta bahwa persekutuan dengan Roma dan uskup Romalah yang menyebabkan seseorang berada dalam persekutuan dengan Gereja Katolik. Ini menunjukkan pengakuan bahwa, seperti yang dikatakan St. Siprianus dari Kartago, Roma adalah “gereja utama, di mana kesatuan keimamatan memiliki sumbernya.”

26. Petrus Sang Batu Karang

Gereja dan Paus

Kata Yesus kepada Petrus “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Mat 16:18; You are Peter, and on this rock I will build my Church, and the gates of hell will not prevail against it).

25. Suksesi Apostolik

Gereja dan Paus

Suksesi apostolik adalah garis para uskup yang membentang kembali ke para rasul. Suksesi berperan penting, salah satunya adalah menjaga Tradisi apostolik, seperti yang diungkapkan dalam instruksi St. Paulus kepada Timotius, “Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain” (2 Tim 2:2). Di sini [Paulus] mengacu pada empat generasi pertama dari suksesi kerasulan—generasinya sendiri, generasi Timotius, generasi yang akan diajar oleh Timotius, dan generasi yang pada gilirannya akan mereka ajar. Tentu saja, Paulus tidak membayangkan suksesi berakhir di sana tetapi terus berlanjut selama dunia akan berlangsung.

23. Tradisi Apostolik

Sumber Iman

Dalam bab 2, kita melihat peran Tradisi dalam iman Kristiani. Bertentangan dengan pandangan dalam komunitas Protestan, kita tidak dimaksudkan untuk melihat ke “Kitab Suci saja.” Sementara kita harus berhati-hati terhadap tradisi manusia belaka, Alkitab berisi banyak referensi tentang rasa hormat yang harus kita berikan kepada Tradisi apostolik.

4. Otoritas Tradisi Apostolik

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Dengan semua bukti yang telah kita lihat sampai saat ini menunjukkan keaslian Tradisi Katolik — dengan melihat betapa tak terbantahkannya tradisi itu dalam Gereja mula-mula — kita tidak perlu banyak bicara untuk penjelasan tentang apa yang dipikirkan Gereja perdana tentang otoritas Tradisi Suci. Beberapa contoh pernyataan patristik beikut ini, yang diambil dari tujuh abad pertama Kekristenan, sudah cukup untuk membuktikan bahwa orang Kristen paling awal memandang (regarded; memperhatikan, mengharagai, menghormati, memperhitungkan…red) Tradisi Suci sebagai sesuatu yang otoritatif dan perlu. Tradisi, bagi orang Kristen awal sebagaimana juga sekarang bagi orang Kristen zaman modern, adalah cara Gereja untuk memastikan bahwa ajarannya sesuai dengan apa yang diajarkan Kristus dan para Rasul. Inilah sebabnya, ketika bidah seperti Arianisme muncul, yang menyangkal Trinitas dan keilahian Kristus, Gereja pada abad ketiga dan keempat dapat secara memadai menyangkal (adequately refute; menyanggah, membuktikan bahwa [itu] salah…red) klaim kitab suci kaum Arian. Sama seperti Saksi Yehova atau Mormon di zaman modern ini, kaum Arian hanya bisa mengutip Kitab Suci (di luar konteks dan tentu saja dengan interpretasi yang salah). Mereka tidak dapat merujuk (atau naik banding) pada sebuah Tradisi yang tak terputus dari interpretasi otentik dari bagian-bagian Kitab Suci itu. Namun, Gereja Katolik dapat melakukannya. Dan dengan rujukannya kepada otoritas Tradisi Apostolik, sebagai pernyataan persetujuan yang diperlukan untuk Kitab Suci, Gereja mampu menghadapi dan mengalahkan tantangan doktrinal yang diajukan oleh bidat seperti Arianisme, Nestorianisme, Monofisit, dan kelompok-kelompok lainnya yang menyimpang secara teologis.

1. Keutamaan Petrus dan Pengganti-penggantinya

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Mungkin elemen otoritas yang paling tak terbantahkan dalam Gereja perdana adalah ketergantungannya pada uskup Roma, yang dipilih sebagai pengganti St. Petrus, sebagai titik pusat kesatuan dalam Gereja Kristen. Orang-orang Kristen mula-mula mengakui bahwa uskup Roma memiliki keutamaan khusus dalam hal yurisdiksi dan otoritas pengajaran, dan kutipan-kutipan dari tulisan-tulisan para Bapa Gereja ini, termasuk beberapa dari para paus sendiri, adalah contoh yang mencolok dari kekayaan kesaksian yang ada untuk membuktikan hal ini. Satu hal yang perlu diingat ketika Anda membaca kutipan-kutipan ini: pernyataan-pernyataan tegas yang konstan dan universal dari para penulis Kristen mula-mula tentang otoritas paus, serta pernyataan-pernyataan tegas tentang efek yang dibuat oleh para paus itu sendiri, tidak pernah dibantah oleh umat kristen “ortodoks” lainnya. Dengan kata lain, fakta bahwa ada klaim dan pengakuan yang tak terbantahkan atas keutamaan kepausan, yang berasal dari para uskup di Timur maupun di Barat, menunjukkan bahwa doktrin keutamaan kepausan bukanlah “ciptaan Katolik” di kemudian hari tetapi dipahami sebagai Tradisi yang datang langsung dari Kristus1 dan para Rasul.