3.7. Bukti Manuskrip

Kanon Perjanjian Lama

Geisler dan MacKenzie mengklaim bahwa tidak semua kitab deuterokanonika terdapat dalam manuskrip-manuskrip Alkitab tertua dan terlengkap, yang biasanya berasal dari abad keempat dan kelima.1 Manuskrip-manuskrip ini disebut codex atau kodeks (codices) dan, tidak seperti gulungan-gulungan, manuskrip-manuskrip ini berisi halaman-halaman terjilid, yang menjadikannya cikal bakal dari buku-buku modern. Tetapi Codex Alexandrinus (400 M—440) memang memuat semua kitab deuterokanonika, dan kitab-kitab itu ditempatkan di sebelah kitab-kitab protokanonika lainnya. Mereka tidak dipindahkan ke lampiran (appendix) manuskrip dengan karya-karya yang benar-benar apokrif seperti Mazmur Salomo (Psalms of Solomon).

3.6. Bapa-bapa Gereja Pasca-Nicea (325 M—600 M)

Kanon Perjanjian Lama

Menurut Roger Beckwith, yang menulis sebuah pembahasan akademis tentang kanon Perjanjian Lama, ketika para Bapa Gereja mengutip kitab-kitab deuterokanonika, banyak “tidak memberikan indikasi apapun bahwa kitab itu dianggap sebagai Kitab Suci”.1 Tetapi ilmu pengetahuan modern telah menunjukkan Beckwith salah dalam pendekatannya. David A. deSilva, yang pada akhirnya menyangkal inspirasi dari kitab-kitab deuterokanonika, mengakui:

3.5. Bapa-bapa Gereja Pra-Nicea (90 M—325 M)

Kanon Perjanjian Lama

Para apologis Protestan biasanya mengatakan sejumlah besar Bapa Gereja menolak kitab-kitab deuterokanonika, sehingga orang Kristen modern berhak untuk meragukan validitas kitab-kitab ini. Dari orang-orang Kristen yang menulis sebelum Konsili Nicea, biasanya dua yang disebutkan: Melito, uskup Sardis (sebuah kota yang sekarang terletak di Turki barat saat ini), dan Origenes.

3.4. Bukti Kristen (50 — 100 M)

Kanon Perjanjian Lama

Contoh paling jelas dari perbedaan pemikiran di antara orang-orang Yahudi abad pertama tentang kanon adalah bahwa orang Saduki hanya menganggap Pentateukh sebagai yang berwibawa. Misalnya, orang Saduki menyangkal adanya kebangkitan di masa depan (Mrk 12:18; Kis 23:8) meskipun para nabi secara eksplisit berbicara tentang kebangkitan orang mati (Dan 12:2).1 Lee Martin McDonald berkata tentang orang Saduki, “Mengingat apa yang kita baca tentang mereka dalam Perjanjian Baru dan para bapa Gereja awal, ini membawa kita untuk menyimpulkan bahwa Kitab Suci mereka berbeda dari yang diadopsi oleh orang Farisi atau Eseni”.2

3.3. Bukti Yahudi (200 SM — 150 M)

Kanon Perjanjian Lama

Komposisi kitab-kitab deuterokanonika berakhir sekitar awal abad pertama sebelum Masehi. Salah satu contoh pengesahan eksternal dari periode waktu ini adalah Gulungan Laut Mati, yang merupakan sebuah kumpulan hampir seribu tulisan yang disusun antara tahun 400 SM. dan 100 M.

3.2. Dugaan Kesalahan

Kanon Perjanjian Lama

Sarjana Injili, Josh McDowell, mengatakan kitab-kitab deuterokanonika “penuh dengan ketidakakuratan dan anakronisme sejarah dan geografis. Mereka mengajarkan doktrin-doktrin yang salah dan memupuk praktik-praktik yang berbeda dengan Kitab Suci yang diilhami”.1 Tetapi ketika para apologis Protestan diperlihatkan kesulitan-kesulitan yang sama dalam kitab-kitab protokanonik dari Kitab Suci, mereka tidak menyangkal inspirasi dari kitab-kitab itu. Sebaliknya, mereka mengklaim bahwa kitab-kitab ini hanya berisi kesalahan-kesalahan semu (aapparent) daripada kesalahan-kesalahan yang aktual. Menurut Geisler:

3.1. Argumen dari Komposisi Internal

Kanon Perjanjian Lama

Salah satu elemen komposisi internal yang mendukung inspirasi kitab-kitab deuterokanonika adalah tidak adanya diskusi (mufakat) apa pun tentang sebuah kanon Ibrani yang tertutup (yang selesai…red). Kanon Alkitab Ibrani saat ini dibagi menjadi tiga struktur: “Taurat” (the Law; yang mencakup lima buku pertama dari Alkitab yang disebut Pentateuch), “para nabi” (the prophets), dan “tulisan-tulisan” (the writings), atau dalam bahasa Ibrani, ketuvim. Apakah para penulis kitab-kitab deuterokanonika percaya bahwa kanon Ibrani telah ditutup dan oleh karena itu karya-karya mereka bukanlah kontribusi yang diilhami untuk Alkitab?