IV. Nubuatan dan Pernyataan: “Firman Allah” dan “Firman Tuhan”

100 Argumen Alkitabiah Melawan Sola Scriptura

36. “Firman Tuhan” dan “Firman Allah” biasanya tidak mengacu pada Kitab Suci

Di dalam Alkitab, frasa “Firman Allah” atau “Firman Tuhan” sama sekali tidak terbatas pada arti “Alkitab” atau “Kitab Suci”, atau bahkan tulisan apa pun. Ini sangat jelas dalam kasus para nabi.

2. Kitab-kitab Abad Kedua

Setelah Perjanjian Baru

Para penulis setelah Zaman Apostolik menggunakan banyak jenis dokumen untuk mengkomunikasikan Iman: surat, homili, komentar atas buku-buku alkitabiah, dan risalah teologis.

Suatu bentuk yang menjadi sangat penting pada abad kedua adalah apology (Yun. apologia) — sebuah pembelaan iman Kristen yang diajukan kepada orang non-Kristen, baik penyembah berhala maupun Yahudi. Sebagai contoh, St. Yustinus Martir menulis sebuah pembelaan Iman Kristiani yang terkenal untuk kaisar Romawi Antonius Pius pada tahun 150-an M.

23. Tradisi Apostolik

Sumber Iman

Dalam bab 2, kita melihat peran Tradisi dalam iman Kristiani. Bertentangan dengan pandangan dalam komunitas Protestan, kita tidak dimaksudkan untuk melihat ke “Kitab Suci saja.” Sementara kita harus berhati-hati terhadap tradisi manusia belaka, Alkitab berisi banyak referensi tentang rasa hormat yang harus kita berikan kepada Tradisi apostolik.

4.4. Objective Criteria

kanon Perjanjian Baru

Untuk menghindari bahaya subjektivisme, beberapa Protestan mengajukan kriteria objektif untuk menentukan kanon yang tidak membawa serta penilaian gereja yang infalibel yang diberkahi dengan otoritas Kristus.

BAB 22. St. Siprianus dari Kartago

Misa Umat Kristen Mula-mula

Sebagai seorang uskup Kartago abad ketiga, Siprianus adalah murid Tertullianus. Ketika dia ingin membaca karya si pengacara tua itu, dia akan berkata, “Bawalah Guru kepadaku”. Karya Sprianus di mana-mana menunjukkan pengaruh Tertullianus. Dia mengikuti gurunya, misalnya, dalam interpretasi Ekaristi tentang Doa Bapa Kami.

SEBUAH PEMIKIRAN TERAKHIR TENTANG TRADISI

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Dokumen Vatikan II tentang wahyu Ilahi, Dei Verbum (“Sabda Allah”) merangkum kesatuan esensial dari Kitab Suci, Tradisi, dan magisterium:

“Maka jelaslah tradisi suci, Kitab suci dan Wewenang Mengajar Gereja (magisterium), menurut rencana Allah yang mahabijaksana, saling berhubungan dan berpadu sedemikian rupa, sehingga yang satu tidak dapat ada tanpa kedua lainnya, dan semuanya bersama-sama, masing-masing dengan caranya sendiri, di bawah gerakan satu Roh Kudus, membantu secara berdaya guna bagi keselamatan jiwa-jiwa” (DV 10, par.3).

22. Sakramentali

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Sakramentali adalah tanda-tanda, elemen-elemen, serta isyarat sakral yang memberikan rahmat yang ditetapkan oleh Gereja yang membantu kita menjadi lebih siap menerima sakramen dan mendekat kepada Kristus. Mereka juga melambangkan realitas sakramen, seperti halnya cincin kawin melambangkan realitas pernikahan. Cincin itu sendiri hanyalah sebuah tanda, simbol dari sesuatu yang lain. Hal yang sama berlaku untuk sakramentali. Hal-hal seperti medali, kartu suci, skapulir, air suci, dan sejenisnya adalah suci sejauh mereka mewakili realitas yang sakral, tetapi tidak ada kualitas inheren dari objek itu sendiri yang melampaui simbolis.

18. Penghormatan Relikwi-relikwi

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Dalam buku saya tentang persekutuan orang-orang kudus, Any Friend of God’s Is a Friend of Mine (Basilica Press, 1996), saya menjelaskan bangkitnya praktik Kristen kuno untuk menghormati relikwi orang-orang Kristen yang telah meninggal yang dikenal karena kesucian dan cinta mereka kepada Yesus Kristus. , terutama para martir:

14. Liturgi Ekaristi

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Istilah Katolik “Liturgi” berasal dari kata Yunani leitourgia, yang berarti “sebuah tugas publik” (a public duty) atau “tindakan publik” (a public action). Makna ini mengambil konotasi religius sehubungan dengan pelayanan publik dari para imam Perjanjian Lama di Bait Suci (bdk. Kel 38:27, 39:12; Yl 1:9, 2:17; di mana istilah leitourgeo digunakan dalam versi Yunani Septuaginta). Tradisi Liturgi kuno telah diajarkan dan diyakini oleh orang Kristen sejak zaman Kristus. Umat Katolik Ritus Latin biasa menyebutnya sebagai “Misa” (Mass), sedangkan umat Katolik Timur menyebutnya “Liturgi Ilahi” (Divine Liturgy). Keduanya mengacu pada doktrin yang sama.

4. Otoritas Tradisi Apostolik

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Dengan semua bukti yang telah kita lihat sampai saat ini menunjukkan keaslian Tradisi Katolik — dengan melihat betapa tak terbantahkannya tradisi itu dalam Gereja mula-mula — kita tidak perlu banyak bicara untuk penjelasan tentang apa yang dipikirkan Gereja perdana tentang otoritas Tradisi Suci. Beberapa contoh pernyataan patristik beikut ini, yang diambil dari tujuh abad pertama Kekristenan, sudah cukup untuk membuktikan bahwa orang Kristen paling awal memandang (regarded; memperhatikan, mengharagai, menghormati, memperhitungkan…red) Tradisi Suci sebagai sesuatu yang otoritatif dan perlu. Tradisi, bagi orang Kristen awal sebagaimana juga sekarang bagi orang Kristen zaman modern, adalah cara Gereja untuk memastikan bahwa ajarannya sesuai dengan apa yang diajarkan Kristus dan para Rasul. Inilah sebabnya, ketika bidah seperti Arianisme muncul, yang menyangkal Trinitas dan keilahian Kristus, Gereja pada abad ketiga dan keempat dapat secara memadai menyangkal (adequately refute; menyanggah, membuktikan bahwa [itu] salah…red) klaim kitab suci kaum Arian. Sama seperti Saksi Yehova atau Mormon di zaman modern ini, kaum Arian hanya bisa mengutip Kitab Suci (di luar konteks dan tentu saja dengan interpretasi yang salah). Mereka tidak dapat merujuk (atau naik banding) pada sebuah Tradisi yang tak terputus dari interpretasi otentik dari bagian-bagian Kitab Suci itu. Namun, Gereja Katolik dapat melakukannya. Dan dengan rujukannya kepada otoritas Tradisi Apostolik, sebagai pernyataan persetujuan yang diperlukan untuk Kitab Suci, Gereja mampu menghadapi dan mengalahkan tantangan doktrinal yang diajukan oleh bidat seperti Arianisme, Nestorianisme, Monofisit, dan kelompok-kelompok lainnya yang menyimpang secara teologis.