13. Urutan Injil

Penulisan Perjanjian Baru

Dalam urutan apa Injil ditulis? Kita mengenal urutan kanonisnya, yang menempatkan Matius pertama, Markus kedua, dan seterusnya, tetapi ini tidak berarti bahwa mereka disusun dalam urutan itu.

23. Tradisi Apostolik

Sumber Iman

Dalam bab 2, kita melihat peran Tradisi dalam iman Kristiani. Bertentangan dengan pandangan dalam komunitas Protestan, kita tidak dimaksudkan untuk melihat ke “Kitab Suci saja.” Sementara kita harus berhati-hati terhadap tradisi manusia belaka, Alkitab berisi banyak referensi tentang rasa hormat yang harus kita berikan kepada Tradisi apostolik.

9. Kenali Bapa-bapamu

ad fontes

Seruan “Ad fontes!” (Lat. “[kembali] ke sumber!”) telah digunakan dalam berbagai konteks di zaman Renaisans, Reformasi, dan oleh tokoh-tokoh Katolik seperti Erasmus dari Rotterdam.

5. Tanah Suci Kedua

Dunia para Bapa

Di zaman para Bapa, komunitas Kristen begitu aktif di tempat yang sekarang disebut Turki sehingga kadang-kadang disebut “tanah suci kedua.”

4.2. Sejarah Kanon

kanon Perjanjian Baru

Kesaksian para Bapa apostolik paling awal menunjukkan bahwa mereka tidak hanya tidak memiliki kanon Kitab Suci yang tertutup (closed canon), tetapi mereka juga mengandalkan kesaksian lisan untuk melengkapi catatan tertulis ini. Papias, yang menulis pada tahun 125 M, mencari kesaksian dari mereka yang mengenal para rasul dan berkata, “Saya membayangkan bahwa apa yang akan didapat dari kitab-kitab tidak begitu menguntungkan bagi saya seperti apa yang datang dari suara yang hidup dan kekal”.1 Karya-karya abad pertama seperti Didache dan First Epistle of Clement tampaknya menggunakan Injil Matius, tetapi lebih sering mereka mendukung ajarab-ajaran mereka dengan kutipan-kutipan dari Perjanjian Lama atau tradisi lisan.2

4. Otoritas Tradisi Apostolik

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Dengan semua bukti yang telah kita lihat sampai saat ini menunjukkan keaslian Tradisi Katolik — dengan melihat betapa tak terbantahkannya tradisi itu dalam Gereja mula-mula — kita tidak perlu banyak bicara untuk penjelasan tentang apa yang dipikirkan Gereja perdana tentang otoritas Tradisi Suci. Beberapa contoh pernyataan patristik beikut ini, yang diambil dari tujuh abad pertama Kekristenan, sudah cukup untuk membuktikan bahwa orang Kristen paling awal memandang (regarded; memperhatikan, mengharagai, menghormati, memperhitungkan…red) Tradisi Suci sebagai sesuatu yang otoritatif dan perlu. Tradisi, bagi orang Kristen awal sebagaimana juga sekarang bagi orang Kristen zaman modern, adalah cara Gereja untuk memastikan bahwa ajarannya sesuai dengan apa yang diajarkan Kristus dan para Rasul. Inilah sebabnya, ketika bidah seperti Arianisme muncul, yang menyangkal Trinitas dan keilahian Kristus, Gereja pada abad ketiga dan keempat dapat secara memadai menyangkal (adequately refute; menyanggah, membuktikan bahwa [itu] salah…red) klaim kitab suci kaum Arian. Sama seperti Saksi Yehova atau Mormon di zaman modern ini, kaum Arian hanya bisa mengutip Kitab Suci (di luar konteks dan tentu saja dengan interpretasi yang salah). Mereka tidak dapat merujuk (atau naik banding) pada sebuah Tradisi yang tak terputus dari interpretasi otentik dari bagian-bagian Kitab Suci itu. Namun, Gereja Katolik dapat melakukannya. Dan dengan rujukannya kepada otoritas Tradisi Apostolik, sebagai pernyataan persetujuan yang diperlukan untuk Kitab Suci, Gereja mampu menghadapi dan mengalahkan tantangan doktrinal yang diajukan oleh bidat seperti Arianisme, Nestorianisme, Monofisit, dan kelompok-kelompok lainnya yang menyimpang secara teologis.