1.6. Bapa-bapa Gereja

Sola Scriptum

Menurut Matthew Barrett, “Inovasi sering kali merupakan indikasi pertama dari bidat. Inilah sebabnya mengapa para Reformator berusaha untuk mengikat eksegesis mereka sepanjang jalan kembali ke tradisi patristik”.1 Para apologis Protestan kontemporer mencoba melakukan hal yang sama ketika mereka mengklaim bahwa beberapa Bapa Gereja mula-mula yang terkemuka mengajarkan doktrin sola scriptura. Namun, ketika seseorang memeriksa tulisan-tulisan para Bapa Gereja, penting untuk memahami perbedaan antara kecukupan material (Material sufficiency) dan formal (Formal sufficiency) dari Kitab Suci.

1.5. “Segala tulisan diilhamkan. . .”

Sola Scriptum

Dalam 2 Tim 3:16-17, Paulus menasihati Timotius untuk waspada terhadap orang-orang jahat yang akan menganiaya dan menipu orang Kristen. Ia mengingatkan Timotius bahwa ”Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik”. Samples mengklaim, “Bagian ini mengandung esensi sola scriptura1, tetapi sebuah pemeriksaan menyeluruh terhadap “Segala tulisan yang diilhamkan” menunjukkan sebaliknya.

1.4. Tulisan-tulisan Apostolik

Sola Scriptum

Surat-surat dan wahyu rasul Yohanes sering dianggap sebagai salah satu bagian terakhir dari Perjanjian Baru yang kelak ditulis. Tetapi tidak ada dalam tulisan-tulisan Yohanes dia memerintahkan para pembacanya hanya untuk mempertimbangkan apa yang dia dan para penulis Perjanjian Baru lainnya tulis sebagai satu-satunya sumber doktrin mereka. Sebaliknya, kita membaca tentang bagaimana Yohanes “lebih tidak mau melakukkannya dengan kertas dan tinta” (2 Yoh 12; bdk. 3 Yoh 13) tetapi ingin berbicara kepada pendengarnya “berhadapan muka” (3 Yoh 14).

1.3. Injil dan Kitab Kisah Para Rasul

Sola Scriptum

Injil tidak pernah mencatat Yesus memerintahkan para murid untuk menganggap catatan-catatan tertulis sebagai satu-satunya aturan iman Gereja yang sempurna. Mungkin inilah mengapa beberapa apologis Protestan mengutip tindakan-tindakan (actions) Yesus alih-alih ajaran-ajaran-Nya (teachings) dalam membela sola scriptura. Misalnya, Geisler dan MacKenzie berkata, “Yesus dan para rasul terus-menerus mengajukan banding ke Alkitab sebagai pengadilan banding terakhir”.1 Apologis Ron Rhodes juga mengutip tiga jawaban Yesus selama pencobaan-Nya di padang gurun, yang semuanya berisi kutipan dari Perjanjian Lama, sebagai bukti sola scriptura.2 Tetapi adalah keliru untuk berpendapat bahwa karena Yesus mengakui Kitab Suci sebagai aturan iman, maka Kitab Suci adalah satu-satunya aturan iman Gereja.

1.2. Sola Scriptura atau Solo Scriptura?

Sola Scriptum

Beberapa apologis Protestan menanggapi kritik ini dengan mengatakan itu hanya berlaku untuk sebuah distorsi dari doktrin mereka yang mereka sebut “solo” scriptura (berbeda dengan sola, “solo” berasal dari bahasa Inggris bukan bahasa Latin, jadi solo scriptura akan lebih akurat). Mereka mengatakan bahwa Kitab Suci menjadi “dipelintir (memutarbalikkannya)” hanya ketika seseorang membacanya di luar konteks tradisi Kristen. Menurut Keith Mathison, dari mempraktikkan solo scriptura, “tradisi tidak diperbolehkan dalam arti apa pun; kredo-kredo ekumenis pada hakekatnya ditiadakan; dan Gereja tidak memiliki otoritas yang nyata”.1 Perbedaan sola scriptura dan solo scriptura dapat dipahami dengan ilustrasi berikut.

1.1. Definisi Sola Scriptum

Sola Scriptum

Beberapa apologis Protestan mengatakan sola scriptum berarti bahwa Kitab Suci adalah “satu-satunya aturan iman yang tidak dapat salah (infallible)“, tetapi definisi ini terlalu ambigu. Apakah cukup bagi sebuah doktrin untuk tidak bertentangan dengan Kitab Suci, atau haruskah itu ditemukan secara eksplisit atau implisit di dalam Kitab Suci? Para pembela sola scriptum tampaknya memilih yang terakhir, yang terbukti dalam pernyataan apologis Protestan Norm Geisler dan Ralph MacKenzie bahwa “Alkitab—tidak lebih, tidak kurang, dan tidak lain—adalah semua yang diperlukan untuk iman dan praktik”.1