30. Ratu Elizabeth I dari Inggris mengantarkan zaman keemasan baru bagi rakyatnya, yang menyambut Gereja Inggris yang baru dengan antusias

Renaisans dan Reformasi

Keluarga Tudor naik takhta Inggris melalui kekerasan, dan terus menggunakan kekerasan sepanjang masa pemerintahannya. Pengaruh keluarga terhadap orang-orang Inggris dimulai pada Battle of Bosworth Field pada tahun 1485, ketika pasukan Henry Tudor berhasil mengalahkan pasukan kerajaan Raja Richard III (memerintah 1483–1485), dinasti Plantagenet terakhir, yang terbunuh di medan perang. Henry naik takhta sebagai Raja Henry VII (memerintah 1485–1509). Dia mengkonsolidasikan kekuasaannya dengan memastikan bahwa keempat anaknya yang selamat dari masa pertumbuhan menikah dengan bangsawan asing, memungkinkan dia untuk membangun aliansi yang aman. Putra pertamanya, Arthur, menikah dengan Catherine dari Aragon, putri Raja Fernando dan Ratu Isabel dari Spanyol. Tetapi Arthur meninggal empat bulan setelah pernikahannya, jadi saudaranya Henry, calon Raja Henry VIII (memerintah 1509–1547), wajib menikahi Catherine. Henry VIII dan anak-anaknyalah yang akan menceraikan Gereja di Inggris dari Roma, mengukuhkan keberhasilan Revolusi Protestan, dan memastikan dari generasi ke generasi gagasan bahwa seorang patriot Inggris haruslah anti-Katolik.1

29. Setelah membebaskan Eropa dari cengkeraman Gereja Katolik, Reformasi Protestan memulai era perdamaian dan kemakmuran

Renaisans dan Reformasi

Mempelajari sejarah bidat menghasilkan satu temuan yang tak terbantahkan: bidat melahirkan kekerasan. Jadi, meskipun Gereja memerangi bidat terutama karena kepedulian terhadap jiwa-jiwa abadi para bidat dan korbannya, otoritas sekuler memerangi para bidat karena selalu mengancam perdamaian dan stabilitas masyarakat. Setiap bidat telah menghasilkan perpecahan dan pertumpahan darah; Reformasi tidak terkecuali.

28. Para Reformator adalah orang-orang suci yang berjuang secara heroik untuk membebaskan iman Kristen yang sejati dari takhayul Roma

Renaisans dan Reformasi

Martin Luther (1480–1546) dan John Calvin (1509–1564) umumnya dianggap sebagai orang-orang suci dan jujur yang terkejut dengan ketidaksalehan, takhayul, serta korupsi dalam Gereja Katolik, dan berdedikasi untuk mengembalikan iman Kristen ke bentuk aslinya yang murni. Tapi dengan melihat lebih dekat pada kehidupan mereka mengungkapkan bahwa, sebenarnya, mereka adalah orang-orang arogan yang bertekad untuk mengubah iman Kristen sesuai keinginan mereka sendiri.

27. Luther dan para Reformator lainnya adalah yang pertama menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa-bahasa vernakular, yang sebelumnya dilarang oleh Gereja

Renaisans dan Reformasi

Sebuah keyakinan utama dari narasi palsu tentang asal-usul Protestantisme adalah bahwa Gereja Katolik melarang orang membaca Alkitab. Sertakan John Wycliffe, William Tyndale, Martin Luther, dan lainnya untuk menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa -bahasa vernakular sehingga orang-orang bisa bebas dari tirani Romawi.

26. Korupsi dalam Gereja sebegitu buruk sehingga hanya sesuatu yang radikal seperti Reformasi yang bisa memperbaikinya

Renaisans dan Reformasi

Salah satu mitos tentang Reformasi adalah bahwa Gereja Katolik (khususnya kepausan) begitu korup, dan telah menyimpang jauh dari kepercayaan dan praktik Gereja mula-mula, sehingga harus dikembalikan seluruhnya. Martin Luther (1480–1546), seorang biarawan Agustinian yang terobsesi untuk mendapatkan kepastian akan keselamatannya sendiri, memimpin tuduhan terhadap Gereja yang korup dan memulihkan iman Kristen yang otentik—atau entah begitulah menurut narasi yang salah itu. Memang benar bahwa Gereja pada masa Luther membutuhkan reformasi, seperti yang selalu terjadi pada tingkat tertentu; pertanyaannya adalah apakah sebegitu korup, seperti yang diyakini Luther, sehingga tidak dapat direformasi dari dalam.

25. Gereja menjual indulgensi serta jabatan-jabatan gerejawi. Penyalahgunaan ini menyebabkan Reformasi Protestan

Renaisans dan Reformasi

Narasi standar tentang Reformasi Protestan mencakup pernyataan bahwa Gereja Katolik yang korup menjual indulgensi dan mempraktikkan simoni (jual beli jabatan gerejawi). Pelanggaran-pelanggaran ini, menurut narasi itu, mendorong Martin Luther dalam semangat yang benar untuk mengumumkan Sembilan Puluh Lima Tesisnya dan meluncurkan reformasi Gereja, yang ditolak oleh paus dan para uskup Katolik, sehingga mengarah pada perpecahan Tatanan Keristenan.

24. Gereja menentang sains, dan menganiaya Galileo karena mengajarkan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari

Renaisans dan Reformasi

Pada masa kepausan Gregorius XIII (memimpin Gereja tahun 1572-1585), para ilmuwan dan matematikawan mengetahui ada masalah dengan kalender Julian. Setelah diadopsi pada tahun 46 SM, itu terbukti tidak selaras dengan musim-musim, dan perhitungannya sangat salah sehingga tiga hari tambahan harus ditambahkan setiap tahun ke-400. Paus Gregorius XIII membentuk komisi termasuk matematikawan Yesuit yang terpandang Christopher Clavius (1538-1612) untuk mempelajari masalah dan mengusulkan solusi. Clavius dan rekan-rekannya membuat kalender yang mengurangi kebutuhan akan hari tambahan menjadi hanya satu hari setiap 4.000 tahun. Dikenal sebagai kalender Gregorian, sesuai nama Paus Gregorius, kalender itu diadopsi pada tahun 1582 kecuali oleh beberapa negara Protestan karena asalnya yang (berbau…red) Katolik. Kelak kalender itu diterima hampir secara universal di seluruh dunia, dan itu bertahan sebagai salah satu dari sekian banyak pencapaian ilmiah yang cemerlang oleh para anggota Gereja.

23. Gereja secara paksa mengebiri anak laki-laki untuk mempertahankan suara tinggi mereka untuk bernyanyi dalam paduan suara gereja

Renaisans dan Reformasi

“Paus Didesak untuk Meminta Maaf atas Pengebirian Vatikan,” teriak tajuk utama di [majalah] The Guardian pada musim panas 2001. Artikel tersebut merujuk pada sebuah buku baru karya Hubert Ortkemper berjudul Angels Against They Will, yang dimaksudkan untuk menceritakan kisah tentang bagaimana Gereja, selama berabad-abad , mendorong pengebirian anak laki-laki muda Italia untuk mencegah suara mereka berubah selama masa pubertas, sehingga mereka bisa menyanyikan nada tinggi yang tidak wajar dalam paduan suara gereja. Prosedur itu memberi mereka “laring seukuran anak-anak yang dikombinasikan dengan volume paru-paru pria dewasa [dan] menghasilkan suara dada yang kuat dan memancar melebihi suara wanita atau pria alami”.1 Mitos ini juga ditemukan di situs web anti-Kristen, Angels Against They Will dengan judul “Kebijakan Resmi Gereja” (Official Church Policy: Castrati).2

22. Renaisans menjadi saksi kebangkitan seni dan budaya klasik, yang telah lama ditekan oleh Gereja abad pertengahan

Renaisans dan Reformasi

Seniman Italia, Giotto (1266–1337) memulai sebuah revolusi. Dia ingin penonton lukisannya merasakan drama manusia dari karakternya, tetapi dia menyadari bahwa gaya lukisan datar yang dipinjam dari Bizantium dan dalam mode pada saat itu di Italia tidak memadai untuk mencapai tujuan itu. Jadi dia mengembangkan teknik baru untuk memberikan kedalaman yang memungkinkan realisme yang belum pernah terjadi sebelumnya. Lukisan-lukisannya di Kapel Arena Padua adalah salah satu yang paling menggugah dalam sejarah seni. Giotto adalah “salah satu ahli seni lukis terbesar yang pernah hidup” dan “gayanya adalah salah satu prestasi orisinalitas yang diilhami yang hanya terjadi dua atau tiga kali dalam sejarah seni”.1 Tekniknya kelak digunakan dengan cara yang luar biasa sepanjang Renaisans. Orang bahkan mungkin berpikir bahwa Giotto adalah salah satu seniman besar Renaisans, kecuali karena dia hidup seabad sebelum itu dimulai. Karyanya membantah mitos bahwa Gereja menekan seni dan pembelajaran sampai akhirnya mereka membebaskan diri selama Renaisans.