23. Tradisi Apostolik

Sumber Iman

Dalam bab 2, kita melihat peran Tradisi dalam iman Kristiani. Bertentangan dengan pandangan dalam komunitas Protestan, kita tidak dimaksudkan untuk melihat ke “Kitab Suci saja.” Sementara kita harus berhati-hati terhadap tradisi manusia belaka, Alkitab berisi banyak referensi tentang rasa hormat yang harus kita berikan kepada Tradisi apostolik.

20. Memanggil Para Imam Dengan ‘Bapa’

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Praktek Katolik tradisional ini membuat banyak orang Protestan merinding. Mereka percaya bahwa umat Katolik, yang menyebut para imam dengan “bapa”, secara terang-terangan melanggar larangan Kristus dalam Kitab Suci, “janganlah kamu menyebut siapapun ‘bapa’ di bumi ini” (Mat 23:9). Dalam buku saya Where Is That in the Bible? Saya memberi Anda banyak kutipan alkitabiah yang dapat digunakan umat Katolik untuk menunjukkan bahwa praktik Katolik ini bukanlah pelanggaran terhadap perintah Tuhan; sebaliknya, kita dapat meringkas bukti-bukti alkitabiah itu dengan cara ini: maksud Kristus adalah untuk menjauhkan kita dari memandang manusia mana pun seolah-olah dia adalah bapa kita seperti cara kita memandang Allah yang adalah satu-satunya Bapa kita. Niat-Nya bukan untuk melarang kita secara harfiah menyebut para imam sebagai “bapa”, dan kita dapat membuktikan bahwa dengan fakta bahwa, sementara di bawah ilham Roh Kudus, St. Stefanus secara terbuka menyebut para pemimpin Yahudi sebagai “saudara-saudara dan bapak-bapak” (Kis 7:2). St Paulus juga menambahkan bahwa “Sebab sekalipun kamu mempunyai beribu-ribu pendidik dalam Kristus, kamu tidak mempunyai banyak bapa. Karena akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi bapamu oleh Injil yang kuberitakan kepadamu. Sebab itu aku menasihatkan kamu: turutilah teladanku!” (1 Kor 4:15-16).

4. Otoritas Tradisi Apostolik

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Dengan semua bukti yang telah kita lihat sampai saat ini menunjukkan keaslian Tradisi Katolik — dengan melihat betapa tak terbantahkannya tradisi itu dalam Gereja mula-mula — kita tidak perlu banyak bicara untuk penjelasan tentang apa yang dipikirkan Gereja perdana tentang otoritas Tradisi Suci. Beberapa contoh pernyataan patristik beikut ini, yang diambil dari tujuh abad pertama Kekristenan, sudah cukup untuk membuktikan bahwa orang Kristen paling awal memandang (regarded; memperhatikan, mengharagai, menghormati, memperhitungkan…red) Tradisi Suci sebagai sesuatu yang otoritatif dan perlu. Tradisi, bagi orang Kristen awal sebagaimana juga sekarang bagi orang Kristen zaman modern, adalah cara Gereja untuk memastikan bahwa ajarannya sesuai dengan apa yang diajarkan Kristus dan para Rasul. Inilah sebabnya, ketika bidah seperti Arianisme muncul, yang menyangkal Trinitas dan keilahian Kristus, Gereja pada abad ketiga dan keempat dapat secara memadai menyangkal (adequately refute; menyanggah, membuktikan bahwa [itu] salah…red) klaim kitab suci kaum Arian. Sama seperti Saksi Yehova atau Mormon di zaman modern ini, kaum Arian hanya bisa mengutip Kitab Suci (di luar konteks dan tentu saja dengan interpretasi yang salah). Mereka tidak dapat merujuk (atau naik banding) pada sebuah Tradisi yang tak terputus dari interpretasi otentik dari bagian-bagian Kitab Suci itu. Namun, Gereja Katolik dapat melakukannya. Dan dengan rujukannya kepada otoritas Tradisi Apostolik, sebagai pernyataan persetujuan yang diperlukan untuk Kitab Suci, Gereja mampu menghadapi dan mengalahkan tantangan doktrinal yang diajukan oleh bidat seperti Arianisme, Nestorianisme, Monofisit, dan kelompok-kelompok lainnya yang menyimpang secara teologis.