2.6. Tradisi Katolik dan Protestan

Tradisi Suci

Meskipun para apologis Protestan memperjuangkan sola scriptura dan menolak gagasan tentang tradisi yang suci atau otoritatif yang tidak secara eksplisit ditemukan dalam Kitab Suci, mereka tidak dapat hidup dengan prinsip ini. Kebanyakan dari mereka, termasuk para sarjana yang telah mempelajari Kitab Suci, percaya pada kebenaran-kebenaran tentang iman Kristen yang berasal dari Tradisi daripada Kitab Suci. Misalnya, sebagian besar Protestan percaya bahwa setelah kematian rasul terakhir wahyu umum berhenti. Ini berarti tidak akan ada lagi tambahan pada Alkitab atau wahyu umum seperti Kitab Mormon, yang menggambarkan dirinya sebagai “wasiat lain tentang Yesus Kristus”.

2.5. Keberatan-keberatan Terhadap Tradisi Suci

Tradisi Suci

Geisler dan MacKenzie mengajukan beberapa keberatan terhadap Tradisi Suci termasuk klaim bahwa “tradisi-tradisi lisan terkenal tidak dapat diandalkan. Mereka adalah bahan yang menciptakan legenda dan mitos”.1 Namun, dalam konteks lain yang menggambarkan Perjanjian Lama, Geisler mengatakan, “Tradisi lisan sangat penting dalam budaya Yahudi dan berfungsi sebagai salah satu cara utama untuk mentransfer informasi, di antara banyak hal lainnya”.2 Demikian pula, dalam sebuah karya yang membela keandalan Injil, Geisler mengatakan, “Orang-orang abad pertama di Palestina, oleh kebutuhan, mengembangkan memori-memori yang kuat untuk mengingat dan menyampaikan informasi dalam budaya lisan seperti itu, fakta-fakta tentang Yesus mungkin telah diletakkan menjadi bentuk yang mudah diingat”.3

2.4 Tradisi Dalam Bapa-bapa Gereja

Tradisi Suci

Seperti yang kita lihat dalam diskusi kita tentang sola scriptura, Gereja mula-mula tidak meyakini bahwa doktrin iman ditemukan dalam kata-kata tertulis saja. Misalnya, Klemens dari Roma mendesak para pembacanya untuk “mendekati aturan tradisi kita yang mulia dan terhormat (Yunani; paradosis)” daripada aturan iman yang hanya alkitabiah.1 Pada abad kedua Origenes berkata, “Ajaran Gereja, yang diturunkan dalam suksesi para rasul, dan tetap ada di Gereja-Gereja sampai hari ini, masih dilestarikan, itu saja yang harus diterima sebagai kebenaran yang sama sekali tidak berbeda dari tradisi gerejawi dan [apostolik]”.2

2.3. “Tradisi Manusia”

Tradisi Suci

Beberapa Protestan menolak tradisi Katolik pada awalnya karena beberapa bagian dalam Kitab Suci mengkritik tradisi. Lynette Marie Ordaz menulis, “Umat Katolik perlu menyelidiki hati mereka dan bertanya pada diri sendiri di mana mereka meletakkan iman dan kepercayaan mereka: pada Alkitab, Firman Allah yang diilhami, atau tradisi-tradisi umat Katolik Roma. Ada perbedaan karena sering bertentangan satu sama lain”.1

2.2. Tradisi dalam Perjanjian Baru

Tradisi Suci

Dalam pendahuluan Injilnya, Lukas menggambarkan tulisannya tentang “membukukan dengan teratur” (1:3) tentang peristiwa-peristiwa di sekitar Yesus dengan menggunakan sumber-sumber yang “disampaikan [Yunani; paredosan] kepada kita oleh mereka, yang sejak semula adalah saksi mata dan pelayan firman” (1:2). Akar kata kerja Yunani paredosan adalah paradidomi, yang berarti “menyampaikan sesuatu yang di dalamnya seseorang memiliki kepentingan pribadi yang relatif kuat, menyerahkan, memberikan, meneruskan, mempercayakan”.1 Sumber-sumber yang “diserahkan” kepada Lukas mungkin berupa dokumen tertulis, tetapi biasanya berupa komunikasi lisan, atau yang kita sebut “tradisi”.

2.1. Pandangan Katolik tentang Tradisi

Tradisi Suci

Pada tingkat yang paling dasar, “tradisi” mengacu pada apa yang “diwariskan” (handed on; yang merupakan arti dari kata Latin tradere). Ini berarti, misalnya, Kitab Suci adalah bagian dari tradisi yang diturunkan kepada Gereja dari para rasul. Konsili Vatikan Kedua mengajarkan dalam Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi Dei Verbum bahwa “Oleh karena itu pewartaan para Rasul, yang secara istimewa diungkapkan dalam kitab-kitab yang diilhami, harus dilestarikan sampai kepenuhan zaman melalui penggantian-penggantian yang tiada putusnya”.1