23. Tradisi Apostolik

Sumber Iman

Dalam bab 2, kita melihat peran Tradisi dalam iman Kristiani. Bertentangan dengan pandangan dalam komunitas Protestan, kita tidak dimaksudkan untuk melihat ke “Kitab Suci saja.” Sementara kita harus berhati-hati terhadap tradisi manusia belaka, Alkitab berisi banyak referensi tentang rasa hormat yang harus kita berikan kepada Tradisi apostolik.

4. “Saksi-saksi-Ku di Yerusalem”

Dunia para Bapa

Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi [Kis 1:8].

Ayat ini sering dikatakan mencerminkan garis besar kitab Kisah Para Rasul. Setelah Roh Kudus dicurahkan ke atas para rasul pada hari Pentakosta, mereka diberi kuasa untuk memberitakan Injil — pertama di Yerusalem, kemudian di sekitar Yudea dan Samaria, dan akhirnya di seluruh dunia Romawi.

2. Tentang Para Bapa

Pengantar

Tradisi!

Tradisi penting bagi setiap orang dan setiap kelompok orang. Itu adalah bagian dari identitas kita. Tradisi mewakili pendidikan kita, budaya kita, segala sesuatu yang telah diturunkan kepada kita oleh generasi sebelumnya. Tradisi adalah — secara harfiah — apa yang diwariskan (what is handed on). Istilah ini berasal dari kata Latin tradere, “mewariskan” (to hand on, meneruskan, menurunkan, mewasiatkan). Tidak semua tradisi itu penting. Beberapa bersifat sembrono (frivolous; remeh, dangkal, tidak penting, tidak keruan) atau bahkan berbahaya (lih. Mrk 7:8 dan Kol 2:8 tentang tradisi “manusia” belaka). Tetapi beberapa memang sangat penting.

BAB 8. St. Klemens dari Roma

Misa Umat Kristen Mula-mula

Paus Klemens dari Roma adalah sosok seperti bayangan yang hanya sedikit kita ketahui; dan para sejarawan bahkan dengan sengit memperdebatkan sedikit hal yang kita pikir mungkin kita ketahui. Suratnya kepada Jemaat Korintus, jelas termasuk di antara segelintir artefak yang paling penting bagi sejarah Gereja awal. Karena itu tentu saja merupakan salah satu dokumen Kristen paling kuno yang bertahan hingga zaman kita.

SEBUAH PEMIKIRAN TERAKHIR TENTANG TRADISI

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Dokumen Vatikan II tentang wahyu Ilahi, Dei Verbum (“Sabda Allah”) merangkum kesatuan esensial dari Kitab Suci, Tradisi, dan magisterium:

“Maka jelaslah tradisi suci, Kitab suci dan Wewenang Mengajar Gereja (magisterium), menurut rencana Allah yang mahabijaksana, saling berhubungan dan berpadu sedemikian rupa, sehingga yang satu tidak dapat ada tanpa kedua lainnya, dan semuanya bersama-sama, masing-masing dengan caranya sendiri, di bawah gerakan satu Roh Kudus, membantu secara berdaya guna bagi keselamatan jiwa-jiwa” (DV 10, par.3).

14. Liturgi Ekaristi

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Istilah Katolik “Liturgi” berasal dari kata Yunani leitourgia, yang berarti “sebuah tugas publik” (a public duty) atau “tindakan publik” (a public action). Makna ini mengambil konotasi religius sehubungan dengan pelayanan publik dari para imam Perjanjian Lama di Bait Suci (bdk. Kel 38:27, 39:12; Yl 1:9, 2:17; di mana istilah leitourgeo digunakan dalam versi Yunani Septuaginta). Tradisi Liturgi kuno telah diajarkan dan diyakini oleh orang Kristen sejak zaman Kristus. Umat Katolik Ritus Latin biasa menyebutnya sebagai “Misa” (Mass), sedangkan umat Katolik Timur menyebutnya “Liturgi Ilahi” (Divine Liturgy). Keduanya mengacu pada doktrin yang sama.

13. Mengaku Dosa Pada Imam

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Tradisi ini adalah doktrin kuno bahwa dalam sakramen pengampunan dosa (yaitu, pengakuan, rekonsiliasi), imam memiliki wewenang, yang diberikan kepadanya oleh Kristus berdasarkan penahbisannya, untuk mengampuni dosa yang dilakukan setelah pembaptisan dari mereka yang mengaku kepadanya. Tindakan imam untuk secara sakramental mengampuni dosa orang yang bertobat selalu dan hanya merupakan fungsi dari kuasa imamat Kristus, yang dilaksanakan melalui pelayanan imam.

10. Sakramen Baptis dan Efek-efeknya

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Tradisi ini berasal dari ajaran Kristus dan para Rasul tentang sifat dan akibat-akibat dari sakramen baptis. Ini adalah salah satu contoh spektakuler dari Tradisi Katolik yang dapat dengan mudah ditelusuri dalam bentuknya yang sekarang dari hari ini sampai ke zaman Kristus dan para Rasul, dan pada dasarnya tidak ada perubahan dalam cara ajaran itu diungkapkan dulu versus sekarang. Kesaksian Gereja mula-mula jelas bahwa Tradisi doktrinal ini dijelaskan dan diajarkan dalam istilah yang sama seperti sekarang ini. Sebelum kita melihat contoh-contoh dari Gereja mula-mula yang menunjukkan hal ini, mari kita mulai dengan melihat apa yang Gereja ajarkan hari ini.

6. Trinitas

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Keyakinan akan Satu Tuhan dalam Tiga Pribadi adalah salah satu inti Kekristenan yang mendefinisikan karakteristik doktrinal dan mendasari semua hal lain yang diajarkan. Tradisi ini, yang didasarkan pada doktrin monoteisme Perjanjian Lama (bdk. Ul 6:4), diajarkan oleh Kristus dan para Rasul dan dipercaya pada tahun-tahun sebelum Konsili Nicea Kedua, meskipun sampai konsili itu, di tahun 325, tidak ada kosakata teologis yang tepat seperti yang kita kenal sekarang dikembangkan oleh magisterium.

4. Otoritas Tradisi Apostolik

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Dengan semua bukti yang telah kita lihat sampai saat ini menunjukkan keaslian Tradisi Katolik — dengan melihat betapa tak terbantahkannya tradisi itu dalam Gereja mula-mula — kita tidak perlu banyak bicara untuk penjelasan tentang apa yang dipikirkan Gereja perdana tentang otoritas Tradisi Suci. Beberapa contoh pernyataan patristik beikut ini, yang diambil dari tujuh abad pertama Kekristenan, sudah cukup untuk membuktikan bahwa orang Kristen paling awal memandang (regarded; memperhatikan, mengharagai, menghormati, memperhitungkan…red) Tradisi Suci sebagai sesuatu yang otoritatif dan perlu. Tradisi, bagi orang Kristen awal sebagaimana juga sekarang bagi orang Kristen zaman modern, adalah cara Gereja untuk memastikan bahwa ajarannya sesuai dengan apa yang diajarkan Kristus dan para Rasul. Inilah sebabnya, ketika bidah seperti Arianisme muncul, yang menyangkal Trinitas dan keilahian Kristus, Gereja pada abad ketiga dan keempat dapat secara memadai menyangkal (adequately refute; menyanggah, membuktikan bahwa [itu] salah…red) klaim kitab suci kaum Arian. Sama seperti Saksi Yehova atau Mormon di zaman modern ini, kaum Arian hanya bisa mengutip Kitab Suci (di luar konteks dan tentu saja dengan interpretasi yang salah). Mereka tidak dapat merujuk (atau naik banding) pada sebuah Tradisi yang tak terputus dari interpretasi otentik dari bagian-bagian Kitab Suci itu. Namun, Gereja Katolik dapat melakukannya. Dan dengan rujukannya kepada otoritas Tradisi Apostolik, sebagai pernyataan persetujuan yang diperlukan untuk Kitab Suci, Gereja mampu menghadapi dan mengalahkan tantangan doktrinal yang diajukan oleh bidat seperti Arianisme, Nestorianisme, Monofisit, dan kelompok-kelompok lainnya yang menyimpang secara teologis.