MISA UMAT KRISTEN MULA-MULA

Mike Aquilina - Misa Perdana

Teks-teks ini adalah terjemahan manual dari buku Mike Aquilina berjudul:
The Mass of the Early Christians2nd Edition; Our Sunday Visitor Publishing.

Lebih lengkap tentang profil Mike Aquilina dapat dibaca di www.osv.com.


PENDAHULUAN : Oleh Fr. Joseph Linck


Jika kehidupan dan ajaran Gereja ingin dibawa lebih penuh ke dalam dialog dengan zaman modern, maka, diperkirakan, salah satu cara terbaik untuk melakukannya adalah mengenalkan kembali Gereja universal dengan akar dan fondasi teologinya, dan cara kepercayaan itu dihayati dan didoakan. Dengan membaca kutipan yang dipilih dengan baik dari para Bapa Gereja (bahkan dari para bidat dan musuh Gereja!) menjadikan teks-teks ini sebagai panggilan kepada putra-putri Gereja untuk menghormati karunia Tubuh dan Darah Tuhan yang luar biasa dan merayakan Ekaristi sebagai sumber kesatuan kita sebagai umat-Nya. Sementara, dilaporkan secara luas bahwa banyak umat Katolik telah kehilangan penghargaan atas kesucian liturgi dan menjadi bingung atas Kehadiran Nyata Kristus dalam Ekaristi.

PENGANTAR : oleh Scott Hahn


Bagi kaum non-Katolik, “Tradisi” secara praktis didefinisikan sebagai apa yang “tak hidup”. Mereka kadang-kadang akan mengatakan bahwa Gereja harus menerima hidupnya dari Roh, dan bukan dari peninggalan sejarah. Mereka setengah benar. Gereja memang menerima hidupnya dari Roh, tetapi pergerakan Roh sepanjang waktu adalah bagian dari Tradisi. Roh memberi kehidupan pada Tradisi dan menjadikannya Tradisi yang hidup. Menolak nilai Tradisi menunjukkan kesalahpahaman yang menyedihkan tentang Roh Kudus. Misa adalah tempat di mana Tradisi hidup. Apa yang membuat Tradisi “hidup” adalah kehadiran Roh yang berdiam di dalam Gereja. Misa yang kita kenal pada hari Minggu — Misa yang Anda temui dalam buku ini — adalah tempat di mana Tradisi hidup, di mana ingatan Gereja berkuasa “dalam Roh”. Misa memungkinkan kita untuk mengingat masa lalu kita, tetapi juga untuk mengingat masa depan kita. Karena Misa menunjuk ke keabadian, di mana masa lalu dan masa depan berjumpa.

BAGIAN I : BAGAIMANA MISA ITU DIMULAI

1. Pemecahan Roti dan Doa-doa


Gereja mengambil identitasnya dari kesatuannya dalam kepercayaan dan cinta kasih, yang ditopang oleh Ekaristi. Catatan sejarah jelas tentang hal ini: Di mana pun Kekristenan menyebar, Gereja segera menetapkan liturgi — “memecahkan roti dan berdoa” — pada “hari Tuhan” (Why 1:10), yaitu hari Minggu. Bahkan, setiap generasi dalam sejarah Gereja telah meninggalkan kita bukti kehidupan ekaristinya. Sekitar dua puluh tahun setelah Pentakosta, Paulus memberi Gereja Korintus instruksi-instruksi rinci tentang bagaimana mengadakan Misa dan bagaimana memahaminya (1 Kor 10-11). Dari generasi berikutnya, Gereja Antiokhia di Suriah meninggalkan Didache bagi kita, sebuah manual yang berisi doa-doa liturgi yang masih digunakan sampai sekarang. Orang-orang kafir, pada bagiannya, berspekulasi tentang apa yang terjadi di balik pintu tertutup ritual-ritual Kristen, dan mereka juga meninggalkan kesaksian khusus mereka kepada kita. Pada akhir abad ketiga Gereja mulai mengartikulasikan teologi Ekaristi. Sementara aliran-aliran sesat meninggalkan Gereja tetapi berusaha untuk melanjutkan beberapa bentuk ibadat ekaristi, dan liturgi aneh mereka meninggalkan jejak mereka sendiri.

2. Altar Israel


Yesus dan para rasulnya adalah orang-orang Yahudi. Mereka menjalankan hidup dan ibadah mereka menurut pola yang ditetapkan dalam hukum dan tradisi Israel. Dia tahu bahwa di dekat jantung Bait Suci tersimpan “roti sajian” (Kel 25:29, Im 24:9). Chaburah, berakoth, dan todah adalah elemen-elemen penting dari budaya religius Yesus. Perjamuan Terakhir adalah yang pertama dari peristiwa-peristiwa yang menandai puncak dari karya penyelamatan Yesus. Dari seder itu, Ia melanjutkan ke sengsara dan kematian-Nya, lalu ke kebangkitan dan pemuliaan-Nya. Setelah perjamuan, Yesus dan para rasul menyanyikan Kidung Halel (Mat 26:30), dan Dia berangkat untuk menyerahkan tubuh-Nya dan menumpahkan darah-Nya. Perayaan Ekaristi ini, yang Kristus telah perintahkan mereka “perbuat” sebagai peringatan-Nya, jelas berlanjut dengan liturgi Israel. Namun itu juga sesuatu yang sangat baru — sebuah perjanjian baru dalam darah-Nya. “Todah” ini tidak akan pernah berhenti untuk selama-lamanya.

3. Segalanya Dijadikan Baru


Para Martir Abitina, yang dijatuhi hukuman mati karena penolakan mereka untuk meninggalkan Ekaristi berkata “Tanpa rasa takut dalam bentuk apa pun kami merayakan Misa, karena itu tidak boleh dilewatkan…. Kita tidak bisa hidup tanpa Misa…Orang-orang Kristen menjadikan Misa dan Misa menjadikan orang Kristen, dan yang satu tidak bisa ada tanpa yang lain”. Orang-orang Kristen lebih suka menghadiri Misa bukan hanya karena janji surgawi di masa depan, tetapi karena realitas surgawi dalam Ekaristi. Dalam Misa, orang-orang Kristen sudah hidup dalam zaman mesianis yang digambarkan dalam Perjanjian Lama, Todah, dan Gulungan-gulungan Laut Mati. Interpretasi parousia Kristus ini, kedatangan-Nya, bersifat universal di Gereja mula-mula: Kedatangan Kristus “sudah” dan “belum” … Dia sudah datang dalam Ekaristi… Liturgi Ekaristi bukanlah kompensasi untuk penundaan parousia, tetapi cara merayakan kehadiran seseorang yang telah berjanji untuk kembali.

4. Lebih berharga Daripada Emas


Origenes menulis: “Kamu yang terbiasa menghadiri misteri ilahi tahu, ketika kamu menerima tubuh Tuhan, bagaimana kamu menjaganya dengan penuh perhatian dan hormat agar tidak ada bagian kecil yang jatuh darinya, jangan sampai ada bagian dari hadiah yang telah dikonsekrasi itu hilang”. Pada abad keempat, Sirilus dari Yerusalem mendesak umatnya untuk memperhatikan hal yang sama: “Katakan padaku, jika ada yang memberimu butiran emas, tidakkah kamu akan memegangnya dengan sangat hati-hati, agar tidak kehilangannya? Apakah kamu tidak akan lebih berhati-hati lagi agar tidak kehilangan remah dari apa yang lebih berharga daripada emas atau permata?”

5. Sabda dan Roti


Murid-murid di jalan menuju Emaus di waktu silam itu tidak mengenal Kristus ketika Dia membukakan Kitab Suci untuk mereka. Mereka mengenal-Nya saat memecahkan roti. Dengan cara yang sama, jutaan orang kelak mengenal Yesus pada tahun-tahun segera setelah ia naik ke surga. Pada masa-masa penganiayaan, hanya ada sedikit kesempatan untuk bertemu Kristus melalui pelayanan publik Gereja. Kekaisaran melarang pelayanan seperti itu. Orang yang lewat juga tidak bisa mengenalnya dalam kemegahan katedral, karena Gereja tidak memiliki properti seperti itu. Mereka mengenal Tuhan mereka saat memecahkan roti, dan selama ribuan tahun mereka — dan juga Dia — mendesak kita untuk melakukan hal yang sama.

BAGIAN II : KESAKSIAN PARA SAKSI

6. Perjanjian Baru


Waktu yang normal dimana orang Kristen “menerima” Injil adalah selama Misa. Jadi, bagian-bagian dari Perjanjian Baru kemungkinan besar ditulis dengan konteks liturgi dalam pikiran itu – dan dengan demikian, sering kali terbukti tidak dapat dipahami terlepas dari konteks itu. Kitab Wahyu dan Surat kepada Orang Ibrani dapat terlihat hampir tidak nyata (surreal; aneh, ganjil) bagi mereka yang tidak mengetahui tema-tema dan gambaran-gambaran liturgis yang berulang – imam, altar, kurban, dupa, himne-himne, dan penyembahan surgawi. Namun, beberapa bagian Perjanjian Baru menonjol karena karakter ekaristinya yang terang-terangan. Ungkapan-ungkapan tertentu berulang, dari Perjamuan Terakhir hingga liturgi para rasul: Tindakannya adalah “memecahkan roti” dan mengucap syukur (dalam bahasa Yunani, eucharistein).

7. Didache


Judul lengkapnya dalam terjemahan adalah The Teaching of the Lord Through the Twelve Apostles to the Gentiles. Tiga bab dari Didache — bab 9, 10, dan 14 — secara khusus membahas liturgi, menasihati umat beriman bagaimana mempersiapkan dan mengadakan liturgi-liturgi itu, dan menentukan doa-doa untuk klerus. Pada Bab-bab itu Gereja menyajikan Perjamuan Kudus hanya bagi mereka yang dibaptis dan bebas dari dosa berat, dan pertobatan yang melibatkan pengakuan dosa. Bab 15 berbicara tentang dua tahbisan klerus – para uskup dan diakon. Didache bisa mewakili catatan otentik asal-usul Kristen, disusun di Antiokhia, kota di mana para murid “untuk pertama kalinya disebut Kristen”.

8. St. Klemens dari Roma


Klemens muncul sebagai paus keempat — setelah Petrus, Linus, dan Anencletus — pada beberapa daftar awal, termasuk Hegesippus dan Irenaeus pada abad kedua, dan Eusebius pada awal abad keempat. Namun, Katalog Liberia Romawi (Liberian Catalogue) yang anonim, menempatkannya di urutan ketiga dalam daftar. Ini adalah sebuah perbedaan yang kurang dari tiga puluh tahun, tetapi itu adalah dekade-dekade yang penting bagi perkembangan doktrin dan disiplin Kristen, dan surat Klemens menyentuh banyak hal penting tentang doktrin dan disiplin. Surat itu berasal dari “Gereja Allah yang tinggal di Roma” kepada “Gereja Allah yang tinggal di Korintus”. Hal itu disebabkan karena permohonan jemaat Korintus kepada Gereja Roma untuk campur tangan dalam perselisihan lokal. Orang-orang Korintus sedang bertengkar di antara mereka sendiri mengenai jabatan klerus.

9. St. Ignatius dari Antiokhia


Ia adalah uskup Antiokhia di Siria, dan ia dihukum mati di Roma. Tradisi awal menyatakan bahwa Ignatius adalah murid rasul Yohanes. Ekaristi adalah detak jantung dari ajaran Ignatius. Ignatius mengidentifikasi penolakan terhadap Ekaristi sebagai tanda bid’ah. Meskipun ia tampaknya mengamati secara ketat tentang teks-teks liturgi, ia, di beberapa tempat, menguraikan dengan terperinci sebuah teologi pastoral Ekaristi yang hidup. Dia menggemakan bahasa kurban Didache, dan menunjuk kepada uskup sebagai pelayan biasa Ekaristi. Juga pada Ignatius, pertama-tama kita menjumpai tahbisan “imam”, atau presbiter, yang disebutkan di antara tahbisan-tahbisan klerus. Sejauh yang kita ketahui, Ignatius adalah orang pertama yang menyebut Gereja “Katolik”.

10. Plinius Muda


Sekitar tahun 112, setelah melakukan penyelidikan forensik yang cermat — yang mencakup interogasi dan penyiksaan — Plinius Muda menyampaikan temuannya kepada Kaisar Trajanus. Orang-orang Kristen bertemu, katanya, “pada hari tertentu sebelum hari terang, ketika mereka menyanyikan ayat-ayat himne kepada Kristus secara bergantian… dan mengikat diri mereka dengan sumpah yang kudus”. Penggunaan kata sumpah oleh Plinius adalah ganjil dan kontroversial. Kata Latinnya adalah sacramentum, dan laporan Plinius mencerminkan penerapan istilah “sakramen” yang sangat awal oleh Gereja untuk menggambarkan misteri-misteri iman. Plinius menyimpulkan, bahwa kejahatan orang-orang Kristen jauh lebih duniawi – ia menyebutnya “politik” – meskipun demikian tetap dapat dihukum dengan hukuman mati.

11. St. Yustinus Martir


Yustinus menulis dari Roma, tetapi dia adalah orang Samaria sejak lahir, pagan karena dibesarkan, dan seorang filsuf karena panggilan. Ia menghabiskan sisa hari-harinya sebagai seorang guru pengembara, dalam tradisi sekolah-sekolah filsafat besar sebelum akhirnya menemukan “filsafat” Yesus Kristus. Dia berpindah dari kota ke kota, menjelaskan dan membela doktrin Kristen dalam debat publik dan dalam tulisan-tulisannya. Ia mendapatkan tempatnya dalam sejarah sebagai apologis Kristen besar pertama. Yustinus mengambil inisiatif sendiri untuk menulis sebuah pembelaan rasional – dalam bahasa Latin, apologia – tentang iman dan kehidupan Kristen. Dalam memilih topik, Yustinus cenderung fokus pada hal-hal yang paling penting dan yang paling kontroversial. Misa masuk ke dalam kedua kategori itu, karena penjelasannya mengambil hampir tiga bab penuh dalam Apologies-nya.

12. St. Irenaeus dari Lyons


Irenaeus, tokoh penting dalam sejarah Gereja perdana, lahir di Smirna, melewati masa kecilnya sebagai murid uskup Polikarpus, yang di masa mudanya sendiri telah menerima Injil dari Rasul Yohanes. Dengan demikian, karya Irenaeus berfungsi sebagai jembatan antara zaman kerasulan dan zaman para Bapa Gereja serta menjangkau dua budaya Kristen yang sudah cukup berbeda. Karya terbesarnya Against Heresies, adalah sebuah sanggahan terhadap doktrin polimorfisme Gnostisisme, bidaah yang paling umum pada zamannya. Dalam konteks ini, Irenaeus membahas makna Ekaristi. Misa adalah partisipasi duniawi dalam liturgi surgawi, yang diungkapkan dalam Kitab Wahyu. Altar Gereja dan mezbah surga adalah satu. Pelajaran dalam Irenaeus jelas: Mereka yang merusak doktrin Gereja mau tidak mau membantai liturgi juga.

13. St. Hippolytus dari Roma


Hippolytus adalah seorang imam berbahasa Yunani, mungkin dari Mesir, melayani di Roma selama akhir abad kedua dan awal abad ketiga. Sejarah-sejarah awal memberi tahu kita bahwa dia adalah murid Irenaeus. The Apostolic Tradition sangat berharga karena memuat sebuah doa ekaristi yang lengkap, serta dialog pengantar yang masih ada dalam liturgi Barat: “Tuhan besertamu. Dan bersama rohmu. Marilah mengarahkan hati. Sudah kami arahkan”. The Apostolic Tradition memberikan kesaksian awal yang penting tentang Kehadiran Nyata Yesus yang abadi dalam Ekaristi. Doa Syukur Agung tertanam dalam ritus penahbisan seorang uskup. Umat Katolik kelak mengenali Doa Syukur Agung Hippolytus sebagai dasar Doa Syukur Agung II.

14. Didascalia


Disusun di Suriah antara tahun 200 dan 250, Didascalia menyajikan nasihat-nasihat yang sangat praktis tata tertib selama ibadah. Didascalia sangat mempengaruhi banyak aturan Gereja berikutnya. Satu abad kemudian, Konstitusi Apostolik (Apostolic Constitutions), sebuah dokumen Suriah lainnya, kelak menyatukan bagian-bagian dari Didascalia bersama dengan Didache dan Apostolic Tradition. Adalah umum bagi Gereja mula-mula untuk mengaitkan teks-teks legislatif dengan para rasul, karena hukum Gereja mencerminkan semangat, tradisi, dan otoritas kerasulan.

15. St. Abercius dan St. Pectorius


Prasasti-prasasti pemakaman — mengingat ruangnya yang terbatas — cenderung memadatkan bahasa simbolis ke tingkat yang lebih besar, sehingga mereka menyampaikan sedikit lebih banyak daripada sebuah katalog gambar-gambar yang samar. Contoh yang baik adalah dua batu nisan kuno dari St. Abercius, uskup Hieropolis di Frigia yang melakukan ziarah ke Roma, yang prasastinya padat dengan simbol-simbol religius Kristen, dan Prasasti St. Pectorius yang ditemukan dengan gaya bahasa yang sama.

16. Teks-teks Apokrif dan Heretik


Banyak dari teks-teks ini telah bertahan selama berabad-abad dan bahkan mempengaruhi kesalehan yang populer. Kitab-kitab apokrif ini sangat bervariasi dalam hal ortodoksi, akurasi sejarah, dan kualitas sastra. Sebagian besar adalah fiksi-fiksi fantastis; beberapa mengadaptasi mitos-mitos dan cerita-cerita rakyat pagan untuk tujuan-tujuan Kristen; yang lain lagi menggunakan karakter-karakter alkitabiah sebagai juru bicara belaka untuk teologi atau sistem metafisika yang menyimpang dari si penulis. Kesamaan mereka semua adalah bahwa Gereja menolak mereka dan menyatakan sebagai tidak autentik dan tidak terinspirasi. Namun, kitab-kitab ini berharga untuk apa yang mereka tunjukkan kepada kita (seperti melalui kaca, secara gelap) tentang praktik ekaristi Gereja primitif.

17. Isu-isu Pagan


Tuduhan-tuduhan terhadap liturgi seperti pembunuhan bayi, pesta pora kemabukan, mempraktikkan sihir, biasa terjadi dalam polemik anti-Kristen kuno. Para pembela Kristen seperti Yustinus, Minucius Felix, dan Tertullianus menulis berhalaman-halaman perkamen sebagai pembelaan dari fitnah semacam itu. Bagi orang Kristen mula-mula, isu-isu seperti itu menghadirkan bahaya, menghasut massa, menimbulkan interogasi baru, memotivasi gubernur untuk memperbarui atau mengintensifkan penganiayaan. Banyak dari tuduhan ini kemungkinan muncul dari kesalahpahaman yang dipupuk oleh kefanatikan. Beberapa tuduhan didasarkan pada kisah-kisah nyata tentang sekte-sekte Kristen sesat, yakni kelompok-kelompok sesat yang menyebut diri mereka Kristen namun mempraktikkan kanibalisme dan pengorbanan bayi. Yang lain adalah legenda yang tetap memelihara plotnya, hanya mengganti para pemainnya.

18. St. Klemens dari Alexandria


Lahir sekitar tahun 150 dan menerima didikan dalam keluarga dan budaya pagan klasik. Ia masuk Kristen dan menempatkan dirinya di bawah pengawasan Pantaenus, pendiri sekolah katekese di Alexandria, Mesir. Klemens menggantikan Pantaenus sebagai rektor. Klemens menulis teologi dengan gaya yang berapi-api dan puitis, metafora, juga bisa penuh teka-teki. Bahkan, dia mengakui dalam karyanya Stromata bahwa dia sengaja menulis teka-teki. Untuk menghormati disiplin rahasia, dia menyelingi dogma-dogma sehingga deteksi tradisi-tradisi suci mungkin tidak mudah bagi siapa pun yang tanpa pengetahuan khusus. Kualitas cryptic ini kelak tetap bertahan bersama para penulis Sekolah Alexandria selama berabad-abad. Sebuah ciri khas alegoris sekolah Alexandria dan kelak diangkat ke bentuk seni yang penuh keindahan oleh penerus Klemens, Origenes. Klemens memberikan bukti bahwa, bahkan pada masa awal, Gereja mengatur ritual liturgi. Dia mengutuk ritual-ritual sesat sebagai tidak sah atau tidak licit, karena bertentangan dengan aturan, atau kanon-kanon, Gereja. Dia diasingkan selama salah satu dari masa penganiayaan Romawi dan meninggal di Kapadokia sebelum tahun 215.

19. Origenes


Origenes bisa dibilang sebagai sarjana Alkitab terbesar pada masa Gereja masih bayi. Dia juga mengajar filsafat, fisika, retorika, matematika, dan astronomi. Bahkan orang-orang kafir pun menghormatinya. Dalam detail-detail perincian Perjanjian Lama, Origenes sering menemukan tanda-tanda yang menandakan Ekaristi. Homili-homilinya berisi bagian-bagian menakjubkan yang mengungkap subteks ilahi dan ekaristis dari pengorbanan Israel kuno. Origenes terkenal karena karyanya dalam interpretasi literal dan spiritual Alkitab. Dalam membaca Perjanjian Lama, Origenes cenderung menekankan alegori. Para pengkritiknya mengatakan dia kadang-kadang bertindak terlalu jauh sehingga merusak makna literal teks. Setelah serangkaian kontroversi disipliner, Origenes diekskomunikasi oleh uskupnya sendiri. Di Palestina dia mendirikan sebuah sekolah di Kaisarea yang selama hidupnya menjadi setara dengan sekolah di Alexandria. Origenes meninggal pada tahun 254 sebagai akibat dari siksaan yang dideritanya karena iman yang selalu ia cintai. Namun Origenes selalu kontroversial selama hidupnya, dan dia tetap demikian bahkan sampai hari ini. “Kita harus menerima sebagai benar hanya apa yang sama sekali tidak berbeda dari tradisi Gereja dan para rasul” (Kata Pengantar dalam On First Things).

20. St. Dionysius Agung


Dionysius adalah murid Origenes dan penggantinya sebagai rektor sekolah Aleksandria. Dia diangkat menjadi uskup Aleksandria pada tahun 247. Selama penganiayaan, Dionysius ditangkap dan diasingkan dua kali. Saat berperang secara spiritual melawan para penganiaya Gereja, dia juga menghadapi oposisi dari para bidat serta kerusakan parah akibat epidemi. Dia meninggal pada tahun 265 dan dipuji oleh para Bapa Gereja di kemudian hari sebagai seorang guru dan gembala yang agung.

21. Tertullianus dari Kartago


Terkenal sebagai seorang sarjana hukum di Roma, beberapa pendapat hukumnya menemukan jalan mereka ke dalam sejarah sistem pengadilan Romawi. Ditobatkan dari paganisme sekitar tahun 193, ia kemudian mengajukan pembelaan terhadap Kekristenan. Argumen-argumennya sering menyentuh Ekaristi, dan karena itu Tertullianus meninggalkan kepada kita catatan berharga tentang praktik-praktik liturgi awal di Afrika Utara. Di beberapa tempat, ia menulis dengan ketidaktepatan yang tidak dapat diterima di kemudian hari. Namun, pada awal abad ketiga, teologi kekurangan kosakata teknis untuk membahas realitas sakramental Ekaristi. Jadi, bahkan Tertullianus, orang yang menciptakan banyak istilah teologis teknis kadang-kadang gagal mencapai sasaran yang ditetapkan pada abad-abad berikutnya. Terbiasa menentang dan seorang moralis yang keras, ia akhirnya menentang dan keluar dari persekutuan dengan Gereja, mendirikan sebuah sekte, yang disebut Tertullianusists, dalam sebuah gerakan skismatik yang disebut Montanisme. Dia meninggal diekskomunikasi beberapa waktu setelah 220.

22. St. Siprianus dari Karthago


Siprianus adalah murid Tertullianus. Karya Sprianus di mana-mana menunjukkan pengaruh Tertullianus. Dia mengikuti gurunya, misalnya, dalam interpretasi Ekaristi tentang Doa Bapa Kami. Siprianus melayani sebagai uskup dari tahun 248 hingga 258, sepuluh tahun penganiayaan yang intens dan wabah yang menghancurkan di Afrika Utara. Siprianus sangat prihatin dengan cepatnya penyebaran ajaran sesat yang berusaha meniru sakramen-sakramen. Beberapa sekte, misalnya, mempersembahkan korban dengan air saja, bukan anggur yang dicampur dengan air. Siprianus meninggal sebagai martir pada tahun 258.

23. St. Kornelius dari Roma


Kornelius terpilih sebagai paus pada tahun 251 di masa penganiayaan yang hebat. Seorang imam Roma bernama Novatianus, tampil sebagai Paus tandingan. Kornelius menulis surat kepada para uskup – termasuk Siprianus di Kartago dan Dionysius di Alexandria – untuk mendapatkan dukungan mereka dan memberi tahu mereka tentang taktik Novatianus. Suratnya kepada Fabius dari Antiokhia, tersimpan dalam Church History karya Eusebius, termasuk gambaran mengerikan dari Novatianus yang bersikeras bahwa para pengikutnya bersumpah pada Ekaristi bahwa mereka tidak akan pernah kembali kepada Kornelius.

24. St. Firmilianus dari Kaisarea


Firmilianus adalah uskup Kaisarea di Kapadokia, sejaman dengan St. Siprianus dan teman masa muda Gregorius dari Pontus. Keduanya menjadi murid Origenes. Berperan aktif dalam banyak perselisihan doktrinal dan disipliner, dia menentang Novatianus. Dia sempat dikucilkan karena mendukung baptisan ulang orang-orang yang telah dibaptis oleh bidat. Meninggal dalam perjalanan ke sinode para uskup sekitar tahun 268 atau 269. Dalam suratnya kepada Siprianus, dia menyesali aktivitas seorang wanita yang kerasukan setan yang memberanikan diri merayakan Ekaristi di keuskupannya. Anehnya, teks ini telah menerima banyak perhatian dari para pendukung tahbisan perempuan.

25. Liturgi Addai dan Mari


Beberapa sarjana percaya bahwa liturgi ini memang berisi liturgi kota yang paling awal. Yang lain percaya bahwa itu adalah produk dari pengikut Nestorius. Doa Syukur Agung liturgi ini telah menimbulkan kontroversi karena manuskrip-manuskripnya yang paling awal tidak memuat catatan tentang institusi Ekaristi. Tahun 2001, Paus Yohanes Paulus II menyetujui ritus Addai dan Mari — tanpa narasi institusi. Penggunaan Liturgi Addai dan Mari tersebar oleh para misionaris Nestorian. Banyak gereja timur terus menggunakan liturgi tersebut, termasuk ritus Gereja Katolik Malabar dan Kaldea.

26. St. Eusebius dari Kaisarea


Eusebius, sejarawan besar pertama zaman Kristen dan saksi langsung dari banyak peristiwa besar dalam sejarah. Dia dipenjarakan dalam masa penganiayaan kaisar Diokletianus. Sebagai uskup Kaisarea di Palestina, ia berperan penting dalam kontroversi Arianisme dan dia adalah peserta aktif di Konsili Nicea (tahun 325). Eusebius juga terkadang menjadi penasihat istana Konstantinus. Kutipan-kutipannya seringkali memberi kita satu-satunya catatan tentang teks-teks awal ini. Eusebius menyusun Sejarah Gereja-nya dalam beberapa tahap dan edisi selama hidupnya. Sejarahnya memberi kita banyak gambaran tentang praktik liturgi, seni dan arsitektur adevosional. Di awal kehidupannya Eusebius menyusun karya-karya apologetika yang penting untuk menghadapi tantangan berbagai kelompok non-Kristen. Dalam Demonstration of the Gospel, ia mulai membuktikan bahwa Yesus adalah Mesias yang ditunggu-tunggu oleh orang-orang Yahudi. Dalam penggalan yang disertakan di sini, Eusebius memperlakukan liturgi ekaristi sebagai pusat karya keselamatan Kristus.

27. Anaphora St. Markus


Menurut tradisi, Markus sang Penginjil adalah uskup pertama kota itu, dan dia menjadi martir di sana pada tahun 68 M. Liturgi Alexandria kuno diberi namanya, dan masih digunakan hari ini oleh Kristen Koptik Mesir, serta oleh orang-orang Kristen Ethiopia. Fragmen tertua dari Liturgi St. Markus dikenal sebagai Strasbourg Papyrus, diterbitkan tahun 1928. Para ahli menanggalkan papirus itu pada pertengahan abad keempat, tetapi mengatakan bahwa teks itu bisa saja kembali ke abad kedua atau bahkan sebelumnya. Fragmen liturgi awal lainnya telah ditemukan di gurun Mesir, tetapi tidak ada yang setua Strasbourg Papyrus. Pada akhir abad kedua puluh, Geoffrey Cuming mencoba merekonstruksi liturgi Mesir kuno, berdasarkan berbagai fragmen. Terjemahan Strasbourg berikut ini didasarkan pada terjemahan Quasten.

28. Konsili Nicea


Konsili Nicea (tahun 325) dianggap sebagai Konsili Ekumenis pertama — yaitu, pertemuan para uskup yang diadakan dan dikukuhkan oleh otoritas yang tepat dan mewakili Gereja di seluruh dunia. Kaisar Konstantinus memanggil Konsili ini untuk menyelesaikan kontroversi Arian, yang telah mencapai titik krisis dan mengancam akan memisahkan kekaisaran. Ajaran sesat Arianisme muncul bersamaan dengan ajaran sesat lain yang serupa. Sementara para bapa konsili menyelesaikan masalah doktrinal, mereka juga mengajukan sejumlah topik disipliner, beberapa terkait dengan liturgi.

29. St. Serapion dari Thmuis


Kita mendapati dalam Liturgy of Sarapion sebuah contoh awal dan indah dari Misa kuno seperti yang dipersembahkan di Mesir. Sarapion adalah uskup kota Thmuis sekitar tahun 339-363. Dia adalah teman Athanasius, yang surat-suratnya kepadanya telah terpelihara. Buku doa-nya, Euchologion, memuat ritus-ritus untuk berbagai tujuan dan kesempatan. Yang menonjol adalah penekanannya pada doa bagi orang mati dan pada pengurapan demi kesembuhan. Doa Syukur Agung Sarapion memuat berkat untuk minyak-minyak dan air untuk urapan sakramental.

30. Liturgi St. Yakobus


Kita tidak memiliki teks awal yang lengkap dari Liturgi St. Yakobus. Judul liturgi ini dianggap berasal dari karyanya, uskup pertama Yerusalem. Teks tersebut tampaknya berasal dari Yerusalem, meskipun sejarah awalnya tidak jelas. Namun, abad keempat memberikan komentar-komentar dan catatan-catatan tentang liturgi ini, termasuk dua sumber informasi liturgi terkaya dari Gereja kuno: catatan perjalanan Egeria, seorang peziarah Spanyol di Yerusalem, dan kuliah-kuliah kateketik dari Sirilus dari Yerusalem. Sekitar tahun 400, Liturgi St. Yakobus diadopsi sebagai liturgi tahta patriarkal Antiokhia. Pengaruhnya meluas jauh di antara orang-orang Kristen yang berbicara bahasa Yunani dan mereka yang berbicara bahasa Suriah. Yakobus memberikan dasar untuk pengembangan ritus-ritus selanjutnya, seperti liturgi yang dikaitkan dengan Yohanes Krisostomus, yang sekarang digunakan oleh umat Katolik dari ritus Bizantium serta banyak gereja Ortodoks.

31. St. Sirilus dari Yerusalem


Ceramah-ceramah Sirilus, uskup Yerusalem – Procatecheses, Catecheses, dan Mystagogical Catecheses – berkhotbah dengan kebebasan dan kejelasan yang tidak kita temukan dalam dokumen-dokumen yang lebih tua tentang kedalaman teologi ekaristi, sambil mengutip secara bebas dari teks-teks liturgi. Deskripsi dan kutipan-kutipannya berhubungan erat dengan unsur-unsur Liturgi St. Yakobus. Para sejarawan menunjukkan bahwa Sirilus mengambil sebuah pandangan yang “tinggi” tentang liturgi, menekankan kualitasnya yang mengagumkan dan bahkan menakutkan. Ini, kata beberapa orang, adalah ciri khas dari pertengahan hingga akhir abad keempat, ketika Gereja, yang akhirnya berdamai dengan kekaisaran, sedang memerangi rasionalisme yang menyebar dengan cepat dan merusak. Sirilus menghadirkan sebuah realisme mistik yang melihat realitas spiritual meliputi materi duniawi dan materi-materi yang diubah secara radikal oleh sentuhan surga. Ceramah-ceramah Sirilus menunjukkan kepada kita sebuah Gereja yang baru saja mulai mengintip dari tempat persembunyiannya. Dalam dasawarsa-dasawarsa berikutnya, genre kuliah katekese menunjukkan perkembangan yang luar biasa. Pada akhir abad keempat, Ambrosius dari Milan melakukan hal yang sama untuk liturgi Barat apa yang telah dilakukan Sirilus untuk [liturgi] Timur. Genre ceramah katekese, yang selalu berpuncak pada komentar liturgi, mencapai puncaknya dalam karya Augustinus dari Hippo di Barat dan Yohanes Krisostomus di Timur.

BAGIAN III : MISA UMAT KRISTEN MULA-MULA

32. Roti Surga dalam Yesus Kristus: Sebuah Usaha Imajinatif


Hari Tuhan, hari dalam setiap minggu dimana Anda memperingati kebangkitan Yesus. “Inilah hari yang dijadikan Tuhan. Marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya” [Mzm 118:24]. Sinar matahari baru saja mulai mengintip melalui celah-celah tirai. Ekaristi akan segera dimulai. Kemudian, uskup melanjutkan dengan doa Syukur Agung. Sepanjang doa ini, dia secara singkat menceritakan kisah keselamatan, mengucap syukur atas belas kasihan Tuhan di setiap zaman menjelang penebusan kita. Ia menceritakan tentang Perjamuan Terakhir, dan mengucapkan sendiri kata-kata Yesus ke atas roti dan anggur. “Inilah tubuh-Ku…. Inilah piala darah-Ku.” Bergabung dengan jemaat Anda mengatakan, “Amin.” Uskup berdoa sambil memecahkan roti. Kemudian bersama-sama mendaraskan Doa Bapa Kami. Sambil bergiliran, umat menyambut Komuni. Ketika giliran Anda tiba, uskup sendiri menempatkan Tubuh Tuhan di tangan Anda. “Roti surga dalam Yesus Kristus,” katanya. Dan Anda menjawab, “Amin.” Kemudian, Bersama seluruh jemaat, Anda membuat tanda salib saat uskup mengumumkan pembubaran. Anda melangkah keluar ke cahaya pagi yang cerah dan mendengar hiruk pikuk hari seperti biasanya. Meskipun orang Kristen merayakan hari Tuhan, hari Minggu tidak memiliki arti khusus bagi seluruh dunia. Ke dalam dunia itulah Anda membawa Tubuh Kristus.