13.8. Logika Api Penyucian

api penyucian

Wahyu 21:27 mengatakan tentang Yerusalem surgawi, “Tidak akan masuk ke dalamnya sesuatu yang najis, atau orang yang melakukan kekejian atau dusta, tetapi hanya mereka yang namanya tertulis di dalam kitab kehidupan Anak Domba itu”. Sementara kata “najis” (unclean) dalam perikop ini mengacu pada kenajisan seremonial (ceremonial uncleanness), ayat ini dan konteks Wahyu secara keseluruhan menunjukkan bahwa di surga tidak ada yang bercampur baur dengan dosa. Penulis Injili Randy Alcorn berkata tentang ayat ini, “Surga akan sepenuhnya bebas dari kejahatan, tanpa ancaman untuk tercemar. . . . Sifat (atau kodrat) baru yang akan menjadi milik kita di Surga—kebenaran Kristus—adalah sifat (kodrat) yang tidak dapat berdosa”.1

13.7. Api Penyucian dan Indulgensi

api penyucian

Masalah indulgensi berada di luar cakupan bab ini, tetapi harus dibahas, setidaknya secara singkat, karena hubungannya dengan doktrin api penyucian.

Mengutip Konstitusi apostolik Indulgentiarum Doctrina 1 Januari 1967 dari Paus Paulus VI, Katekismus mendefinisikan indulgensi sebagai ” ‘Indulgensi adalah penghapusan siksa-siksa temporal di depan Allah untuk dosa-dosa yang sudah diampuni’ (Norm 1)” (KGK 1471). Indulgensi tidak mengampuni dosa tetapi menghapus hukuman sementara yang disebabkan dosa ketika orang berdosa menebus kesalahan melalui tindakan doa dan amal. Indulgensi tidak pernah dijual, tetapi penyelewengan-penyelewengan mulai berkembang biak ketika karya-karya amal / sedekah (charitable work of almsgiving) dilampirkan pada indulgensi-indulgensi tertentu; jadi Konsili Trente melarang sedekah dilampirkan pada indulgensi di kemudian hari.1

13.6. Bukti Sejarah

api penyucian

Tidak jarang orang Protestan mengklaim bahwa api penyucian “diciptakan” pada akhir Abad Pertengahan. Misalnya, teolog Anglikan Gerald Bray menyebut api penyucian sebagai “ciptaan abad pertengahan yang membawa rasa keteraturan dan tujuan baru ke gagasan yang sebelumnya samar tentang apa yang disimpan oleh kehidupan setelah kematian”.1 Beberapa kritikus bahkan mengklaim bahwa api penyucian diciptakan untuk memperkaya paus melalui sumbangan-sumbangan yang dipersembahkan untuk Misa-Misa yang dimohonkan atas nama orang-orang yang sudah meninggal.2 Tetapi menempatkan api penyucian di akhir sejarah Kristen mengabaikan referensi-referensi yang jelas tentang doktrin yang dapat ditemukan berabad-abad sebelumnya.

13.5. Ajaran St. Paulus

api penyucian

Dalam pasal ketiga Surat Pertama kepada Jemaat Korintus, Paulus membahas peran para pelayan dalam Gereja yang dibangun di atas dasar Yesus Kristus (ay. 11). Dia kemudian menulis, “Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu” (ay. 12-13). Menurut David Garland dalam komentarnya yang terkenal tentang 1 Korintus,“ ‘Hari itu’ mengacu pada penghakiman akhir zaman. . . Hari yang berapi-api ini akan ‘menguji’ pekerjaan masing-masing orang”.1

13.4. Ajaran Yesus

api penyucian

Dalam Mat 5:21-22 Yesus menyimpulkan ajaran tentang kemarahan dengan mengatakan bahwa berbagai tingkat kemarahan terhadap saudara akan menyebabkan berbagai tingkat penghakiman dan hukuman. Dia kemudian menyarankan para pendengar-Nya untuk berdamai dengan “lawan[mu]” (ay. 25, terjemahan Inggris “accuser” : penuduh) yang membuat tuduhan terhadap mereka. Jika mereka tidak berdamai dengan penuduhnya, orang itu akan “menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas” (Mat 5:25-26). St. Siprianus dari Kartago menggunakan ayat-ayat ini pada abad ketiga untuk membandingkan upah langsung yang diterima para martir dengan penjara spiritual dan pemurnian (spiritual prison and purification) yang harus ditanggung oleh orang percaya lainnya karena dosa-dosa mereka.1 Calvin bahkan berkata, “Jika dalam perikop ini hakim berarti Tuhan, pendakwa [berarti] iblis, pembantu [berarti] malaikat, api penyucian [berarti] penjara, saya akan rela mengalah kepada mereka”.2

13.3. Api Penyucian dan Yudaisme Kuno

api penyucian

Katekismus mengatakan doktrin api penyucian “juga berdasarkan praktik doa untuk orang yang sudah meninggal tentangnya Kitab Suci sudah mengatakan: ‘Karena itu [Yudas Makabe] mengadakan kurban penyilihan untuk orang-orang mati, supaya mereka dibebaskan dari dosa-dosanya’ ” (KGK 1032). Ini adalah referensi ke 2 Mak 12:39-45, yang menjelaskan bagaimana Yudas Makabe menemukan jimat-jimat yang didedikasikan untuk berhala pagan di bawah jenazah rekan-rekannya yang gugur. Yudas dan rekan-rekan prajuritnya “[Merekapun] lalu mohon dan minta, semoga dosa yang telah dilakukan itu dihapus semuanya” (12:42). Yudas kemudian mengumpulkan dua ribu drachmas (dirham) perak untuk dikirim sebagai korban penghapus dosa ke Bait Suci di Yerusalem. Ayat 45 mengatakan, “Dari sebab itu maka disuruhnyalah mengadakan korban penebus salah untuk semua orang yang sudah mati itu, supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka”. Menurut Paus Benediktus XVI:

13.2. Kitab Suci dan Akhirat

api penyucian

Menurut artikel kedua puluh dua dari the Church of England’s Thirty-Nine Articles of Religion, “Doktrin api penyucian Roma” adalah “a fond thing (sebuah optimisme yang bodoh; naif…red), diciptakan dengan sia-sia, dan tidak didasarkan pada jaminan dari Kitab Suci”.1 Ironisnya, orang-orang Protestan yang mengklaim bahwa api penyucian tidak ada karena setiap orang percaya segera dipersatukan dengan Kristus setelah kematian [justru] adalah orang-orang yang tidak memiliki jaminan alkitabiah untuk kepercayaan mereka itu. Seperti yang dicatat oleh penulis Protestan William Edward Fudge:

13.1. Penjelasan Tentang Api Penyucian

api penyucian

Kata Latin purgatorius adalah kata sifat yang mengacu pada “membersihkan” (cleaning) atau “memurnikan” (purifying). Seperti yang akan kita lihat ketika kita membahas sejarah doktrin ini, sementara kata benda Latin purgatorium berasal dari Abad Pertengahan, gagasan bahwa jiwa menjalani poenae purgatoriae, atau hukuman api penyucian (purgatorial punishment), setelah kematian dapat ditelusuri kembali ke Gereja awal. Katekismus menjelaskan pemahaman Gereja saat ini tentang api penyucian sebagai berikut: