4. Otoritas Tradisi Apostolik

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Dengan semua bukti yang telah kita lihat sampai saat ini menunjukkan keaslian Tradisi Katolik — dengan melihat betapa tak terbantahkannya tradisi itu dalam Gereja mula-mula — kita tidak perlu banyak bicara untuk penjelasan tentang apa yang dipikirkan Gereja perdana tentang otoritas Tradisi Suci. Beberapa contoh pernyataan patristik beikut ini, yang diambil dari tujuh abad pertama Kekristenan, sudah cukup untuk membuktikan bahwa orang Kristen paling awal memandang (regarded; memperhatikan, mengharagai, menghormati, memperhitungkan…red) Tradisi Suci sebagai sesuatu yang otoritatif dan perlu. Tradisi, bagi orang Kristen awal sebagaimana juga sekarang bagi orang Kristen zaman modern, adalah cara Gereja untuk memastikan bahwa ajarannya sesuai dengan apa yang diajarkan Kristus dan para Rasul. Inilah sebabnya, ketika bidah seperti Arianisme muncul, yang menyangkal Trinitas dan keilahian Kristus, Gereja pada abad ketiga dan keempat dapat secara memadai menyangkal (adequately refute; menyanggah, membuktikan bahwa [itu] salah…red) klaim kitab suci kaum Arian. Sama seperti Saksi Yehova atau Mormon di zaman modern ini, kaum Arian hanya bisa mengutip Kitab Suci (di luar konteks dan tentu saja dengan interpretasi yang salah). Mereka tidak dapat merujuk (atau naik banding) pada sebuah Tradisi yang tak terputus dari interpretasi otentik dari bagian-bagian Kitab Suci itu. Namun, Gereja Katolik dapat melakukannya. Dan dengan rujukannya kepada otoritas Tradisi Apostolik, sebagai pernyataan persetujuan yang diperlukan untuk Kitab Suci, Gereja mampu menghadapi dan mengalahkan tantangan doktrinal yang diajukan oleh bidat seperti Arianisme, Nestorianisme, Monofisit, dan kelompok-kelompok lainnya yang menyimpang secara teologis.

Paus St. Klemens I, sekitar 80 M — “maka penghormatan hukum dilantunkan, dan rahmat para nabi dimasyhurkan, dan iman akan Injil ditegakkan, dan Tradisi Para Rasul dipertahankan, dan semarak Gereja bersukaria” (Epistle to the Corinthians 11).

St. Irenaeus dari Lyons, 189 M — “Seperti yang saya katakan sebelumnya, Gereja, setelah menerima khotbah dan iman ini, meskipun dia tersebar di seluruh dunia, namun menjaganya, seolah-olah dia hanya menempati satu rumah. Dia [Gereja] juga mempercayai hal-hal ini seolah-olah dia hanya memiliki satu jiwa dan satu hati yang sama; dan secara harmonis dia menyatakannya dan mengajari mereka dan mewariskannya, seolah-olah dia hanya memiliki satu mulut. Sebab, meskipun bahasa-bahasa di dunia beragam, namun otoritas Tradisi adalah satu dan sama…. Itulah sebabnya pastilah perlu untuk menghindari mereka [yaitu, mereka yang menyangkal ajaran Katolik], sambil dengan sangat hati-hati menghargai hal-hal yang berkaitan dengan Gereja, dan memegang Tradisi kebenaran…. Bagaimana jika nyatanya para Rasul tidak meninggalkan tulisan-tulisan kepada kita? Apakah tidak perlu untuk mengikuti aturan Tradisi, yang diturunkan kepada mereka yang dipercayakan kepada Gereja-Gereja?” (Against Heresies 1:10:2; 3:4:1).

St. Irenaeus dari Lyons — “Maka, adalah mungkin bagi setiap orang di setiap gereja, yang ingin mengetahui kebenaran, untuk merenungkan Tradisi Para Rasul yang telah diberitahukan kepada kita di seluruh dunia. Dan kami berada dalam posisi untuk menunjuk satu per satu mereka yang ditahbiskan sebagai uskup oleh para rasul dan penerus mereka sampai ke zaman kita sendiri — orang-orang yang tidak mengenal atau tidak mengajarkan hal seperti apa yang dikagumi oleh para bidat ini. Tetapi karena akan terlalu panjang untuk menyebutkan satu per satu dalam volume seperti ini suksesi dari semua gereja, kami akan mencampurkan semua orang yang, dengan cara apa pun, baik melalui kepuasan diri atau kesombongan, atau melalui kebutaan dan opini jahat, berkumpul selain di tempat yang tepat, dengan menunjukkan di sini suksesi-suksesi para uskup dari gereja terbesar dan paling kuno yang diketahui semua orang, didirikan dan diorganisasi di Roma oleh dua Rasul yang paling mulia, Petrus dan Paulus — bahwa gereja yang memiliki Tradisi dan yang turun kepada kita setelah diumumkan kepada umat manusia oleh para rasul. Karena dengan Gereja ini, karena asal usulnya yang unggul, semua gereja harus setuju, yaitu semua umat beriman di seluruh dunia. Dan di dalam dialah umat beriman di mana-mana telah memelihara Tradisi Para Rasul” (Against Heresies 3:3:1-2).

St. Klemens dari Aleksandria, 208 M — “Mereka melestarikan Tradisi doktrin yang terberkati yang diturunkan langsung dari para Rasul suci, Petrus, Yakobus, Yohanes, dan Paulus, anak-anak menerimanya dari bapa (tetapi hanya sedikit yang seperti para bapa), datang atas kehendak Tuhan kepada kita juga untuk menyimpan benih leluhur dan apostolik itu. Dan saya tahu bahwa mereka akan bersukaria; Saya tidak bermaksud bergembira dengan penghormatan ini, tetapi semata-mata karena pelestarian kebenaran, sesuai dengan apa yang mereka sampaikan. Karena sketsa seperti ini, menurut saya, akan menyenangkan bagi jiwa yang ingin melestarikan Tradisi yang diberkati dari kehilangan” (Miscellanies 1:1).

Origenes, 225 M — “Meskipun ada banyak orang yang percaya bahwa mereka sendiri memegang ajaran Kristus, namun ada beberapa di antara mereka yang berbeda pikiran dari para pendahulu mereka. Ajaran Gereja sesungguhnya telah diturunkan melalui urutan suksesi dari para Rasul dan tetap ada di gereja-gereja bahkan hingga saat ini. Itu saja yang harus dipercaya sebagai kebenaran yang sama sekali tidak bertentangan dengan Tradisi Gerejawi dan Apostolik” (The Fundamental Doctrines 1:2).

St. Siprianus dari Kartago, 253 M — “Gereja [Katolik] adalah satu, dan karena Gereja adalah satu, tidak dapat berada di dalam dan juga di luar. Karena jika dia [Gereja] bersama [si sesat] Novatianus, maka dia tidak bersama dengan [Paus] Kornelius. Tetapi jika dia bersama Kornelius, yang menggantikan uskup Fabianus, dengan penahbisan yang sah, dan yang, selain kehormatan imamat, juga dimuliakan Tuhan dengan kemartiran, [maka] Novatianus tidak ada [di dalam persekutuan dengan] Gereja; dia juga tidak dapat dianggap sebagai seorang uskup, yang, tidak menggantikan siapa pun, dan meremehkan tradisi injili dan apostolik, muncul dari dirinya sendiri. Karena dia yang belum ditahbiskan dalam Gereja tidak dapat memiliki atau memegang Gereja dengan cara apa pun” (Letter 75, To Magnus on Baptizing the Novatians 3).

Eusebius dari Kaisarea, 312 M — “[Uskup] Papias1, yang sekarang kami sebutkan, menegaskan bahwa dia menerima perkataan para Rasul dari mereka yang menemani mereka, dan dia juga menegaskan bahwa dia mendengar secara langsung Aristion dan presbiter Yohanes. Oleh karena itu ia sering menyebut nama mereka, dan dalam tulisannya memberikan Tradisi-tradisi mereka…. [Ada] bagian-bagian lain darinya di mana ia menceritakan beberapa perbuatan ajaib, yang menyatakan bahwa ia memperoleh pengetahuan tentang itu dari Tradisi…. Pada waktu2 itu berkembang di Gereja Hegesippus, yang kita kenal dari apa yang telah terjadi sebelumnya, dan Dionysius, uskup Korintus, dan seorang uskup lain, Pinytus dari Kreta, dan selain itu, Filipus, dan Apollinarius, dan Melito, dan Musanus, dan Modestus, dan akhirnya, Ireneus. Dari mereka telah turun kepada kita secara tertulis, iman yang sehat dan ortodoks yang diterima dari Tradisi” (Ecclesiastical History 3:39; 4:21).

Eusebius dari Kaisarea — “Sebuah pertanyaan yang begitu penting muncul pada waktu itu.3 Untuk paroki-paroki di seluruh Asia… berpendapat bahwa hari keempat belas dari bulan, pada hari mana orang-orang Yahudi diperintahkan untuk menyembelih domba, harus dirayakan sebagai hari raya Paskah Juruselamat…. Tetapi bukanlah kebiasaan gereja-gereja di seluruh dunia untuk mengakhirinya pada saat ini, karena mereka mengamati praktik yang, dari Tradisi Apostolik, telah berlaku hingga saat ini, untuk mengakhiri puasa [Prapaskah] tidak pada hari lain selain pada hari kebangkitan Juruselamat kita [yaitu, Minggu]” (Ecclesiastical History 4:23).

St. Athanasius dari Alexandria, 330 M — “Sekali lagi kami menulis, sekali lagi menjaga Tradisi Apostolik, kami saling mengingatkan ketika kami berkumpul untuk berdoa; dan berpesta bersama, dengan satu mulut kami benar-benar bersyukur kepada Tuhan. Karena itu, mengucap syukurlah kepada-Nya, dan sebagai pengikut orang-orang kudus, ‘kita akan menyanyikan puji-pujian kepada Tuhan sepanjang hari,’ seperti yang dikatakan Pemazmur. Jadi, ketika kita merayakannya dengan benar, kita akan dianggap layak untuk sukacita yang ada di surga…. Tetapi kamu diberkati, yang oleh karena iman berada di dalam Gereja, tinggallah di atas dasar-dasar iman, dan milikilah kepuasan penuh, bahkan tingkat iman tertinggi yang tetap ada di antara kamu yang tak tergoyahkan. Karena itu telah turun kepadamu dari Tradisi Apostolik, dan kecemburuan yang terkutuk sering ingin mengganggu ketenangannya, tetapi tidak berhasil” (Festal Letters 2:7, 29).

St. Basilius Agung, 375 M — “Dari dogma-dogma dan pesan-pesan yang dilestarikan dalam Gereja, sebagian kita miliki dari pengajaran tertulis dan sebagian lainnya kita terima dari Tradisi Para Rasul, yang diturunkan (diwariskan) kepada kita dalam misteri. Dalam hal kesalehan keduanya memiliki kekuatan yang sama. Tidak seorang pun akan menentang salah satu dari ini, tidak seorang pun, bagaimanapun juga (at any rate; apa pun yang terjadi, atau bisa juga berarti siapa pun…red), yang bahkan cukup berpengalaman dalam hal-hal gerejawi.4 Bahkan, jika kita mencoba menolak kebiasaan tidak tertulis karena tidak memiliki otoritas agung, kita tanpa disadari akan melukai Injil di bagian vitalnya. ; atau lebih tepatnya, kita akan mengurangi pesannya [yaitu, Injil] menjadi istilah belaka” (The Holy Spirit 27:66).

St. Epiphanius dari Salamis, 375 M — “Adalah perlu untuk memanfaatkan Tradisi juga, karena tidak semuanya bisa didapat dari Kitab Suci. Para Rasul suci menurunkan beberapa hal dalam Kitab Suci, hal-hal lain dalam Tradisi” (Medicine Chest Against All Heresies 61:6).

St. Augustinus dari Hippo, 400 M — “Kebiasaan [tidak membaptis ulang para bidat yang berdamai dengan Gereja]… kiranya dianggap berasal dari Tradisi Apostolik, sama seperti ada banyak hal yang dijalankan (observed; dipatuhi, dirayakan…red) oleh seluruh Gereja, dan oleh karena itu dianggap wajar telah diperintahkan oleh para Rasul, yang belum disebutkan dalam tulisan-tulisan mereka…. Tetapi nasihat yang dia [St. Siprianus dari Kartago] berikan kepada kita, ‘bahwa kita harus kembali ke mata air, yaitu, ke Tradisi Apostolik, dan dari sana mangalihkan saluran kebenaran ke zaman kita,’ adalah yang paling baik, dan harus diikuti tanpa ragu-ragu” (On Baptism, Against the Donatists 5:23, 26).

St. Augustinus dari Hippo — “Tetapi sehubungan dengan perayaan-perayaan yang kita hadiri dengan hati-hati dan yang dipelihara oleh seluruh dunia, dan yang bukan berasal dari Kitab Suci melainkan dari Tradisi, kita diberi pemahaman bahwa mereka dianjurkan dan ditahbiskan untuk dipelihara, baik oleh para Rasul sendiri atau oleh konsili-konsili paripurna [ekumenis], yang otoritasnya sama sekali vital dalam Gereja” (Epistle to Januarius).

St. Yohanes Krisostomus, 402 M“ ‘Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis’. Dari ini [kutipan dari St. Paulus; 2 Tes 2:15] jelas bahwa mereka [para Rasul] tidak menuliskan semuanya dengan surat, tetapi banyak juga yang tidak tertulis. Seperti yang tertulis, yang tidak tertulis juga patut dipercaya. Jadi marilah kita memandang (menghormati) Tradisi Gereja juga sebagai layak dipercaya” (Homilies on 2 Thessalonians).

St. Vincensius dari Lerins, 434 M — “Oleh karena itu, dengan semangat yang besar dan perhatian yang sungguh-sungguh, saya sering bertanya kepada banyak orang, yang terkenal karena kekudusan dan doktrin mereka, bagaimana saya dapat, dengan singkat dan katakanlah dengan cara yang umum dan biasa, membedakan kebenaran iman Katolik dari kepalsuan kesesatan yang bejat. Hampir selalu saya menerima jawaban yang sama dari mereka semua — bahwa jika saya atau siapa pun ingin mengungkap penipuan dan lolos dari jerat bidat yang bangkit, dan untuk tetap utuh dan dalam iman yang sehat, adalah perlu, dengan bantuan Tuhan, untuk memperkuat iman itu dalam dua cara: pertama, tentu saja dengan otoritas hukum ilahi [yaitu, Kitab Suci] dan kemudian oleh Tradisi Gereja Katolik.”

“Di sini, seseorang mungkin bertanya: ‘Jika kanon Kitab Suci sempurna dan dengan sendirinya lebih dari cukup untuk segala sesuatu, mengapa otoritas penafsiran gerejawi harus digabungkan dengannya?’ Karena, cukup jelas, Kitab Suci, dengan alasan kedalamannya sendiri, tidak diterima oleh semua orang sebagai memiliki satu dan arti yang sama…. Oleh karena itu, karena begitu banyak penyimpangan dari berbagai kesalahan tersebut, maka sangat perlu bahwa garis penafsiran kenabian dan kerasulan (apostolik) diarahkan sesuai dengan norma makna (meaning; makna, maksud, pengartian…red) gerejawi dan Katolik” (The Notebooks).

Paus St. Agatho, 680 M — “Dan secara singkat kami akan mengungkapkan kepada [Anda], kekuatan apa yang terkandung dalam Iman Apostolik kita, yang telah kita terima melalui Tradisi Apostolik dan melalui Tradisi dari para Pontif apostolik [yaitu, para paus], dan dari lima sinode umum yang suci [konsili ekumenis], yang melaluinya fondasi-fondasi Gereja Katolik Kristus telah diperkuat dan didirikan….

“Karena inilah aturan iman sejati, yang oleh ibu rohani dari kerajaanmu yang paling tenang ini, Gereja Apostolik Kristus, baik dalam kemakmuran maupun dalam kesulitan selalu memegang dan mempertahankan sekuat tenaga; yang, kelak terbukti, dengan rahmat Tuhan Yang Mahakuasa, tidak pernah menyimpang dari jalan Tradisi Apostolik, juga tidak rusak karena menyerah pada inovasi-inovasi sesat, tetapi sejak awal dia telah menerima iman Kristen dari para pendirinya, para pangeran dari para Rasul Kristus, dan tetap tidak tercemar sampai akhir, sesuai dengan janji ilahi Tuhan dan Juruselamat sendiri” (Epistle of Pope Agatho, dapat dibaca pada bagian IV dari Konsili Konstantinople III).

Paus St. Agatho — “Gereja Kudus Allah… telah didirikan di atas batu karang yang kokoh dari Gereja Petrus yang terberkati ini, Pangeran dari Para Rasul, yang dengan rahmat dan perwaliannya tetap bebas dari segala kesalahan, sejumlah besar penguasa dan imam, dari para klerus dan umat, dengan suara bulat sepatutnya mengaku dan berkhotbah bersama kami sebagai pernyataan sejati dari Tradisi Apostolik, untuk menyenangkan Allah dan demi menyelamatkan jiwa mereka sendiri” (Epistle of Pope Agatho, dapat dibaca pada bagian IV dari Konsili Konstantinople III).


1  Uskup Hierapolis, Mesir, sekitar tahun 120 M.

2  Tahun 120.

3  Tahun 190.

4  bdk. 2 Pet 3:15-17


Baca juga : Tradisi Suci, Kitab Suci dan Tradisi, Apa Otoritasmu?

Leave a comment