17. Para Paus Renaisans

Renaisans dan Reformasi

Ungkapan para paus Renaisans membuat orang-orang tersenyum masam, seolah-olah menunjukkan bahwa mereka tahu betapa bajingannya mereka. Nama Borgia langsung terlintas di benak saya. Buku-buku teks suka menggambarkan mereka sebagai pemberi tongkat yang mendorong Luther mencela institusi tersebut sebagai tempat pembuangan limbah kejahatan dan para paus sebagai orang yang sangat anti-Kristus. Namun ekspresi tersebut menghadirkan senyuman lain di wajah para sejarawan seni, sebuah senyum kenikmatan. Dari pertengahan abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-17, para Paus, keluarga mereka, dan orang-orang lain dalam rombongan mereka termasuk di antara para pendukung seni yang paling tercerahkan dan boros sepanjang masa. Mereka kebetulan mempunyai orang-orang jenius yang luar biasa—Raphael, Michelangelo, Bernini, dan Caravaggio. Seolah-olah ini belum cukup, mereka juga memiliki Botticelli, Signorelli, Perugino, Pinturicchio, Pietro da Cortona, Bramante, Borromini, dan tampaknya tak terhitung banyaknya seniman, arsitek, insinyur, dan perencana kota lainnya yang memiliki bakat luar biasa dan menakjubkan. Mereka mengubah Roma menjadi kota dengan kekayaan seni yang tak tertandingi.

49. Maria, Penuh Rahmat

Maria dan Para Kudus

Para Bapa Gereja mengajarkan bahwa Maria menerima sejumlah berkat khusus untuk menjadikannya ibu yang lebih pantas bagi Kristus. Ini termasuk perannya sebagai Hawa Baru (sesuai dengan peran Kristus sebagai Adam Baru), Dikandung Tanpa Noda, keibuan rohaninya bagi semua orang Kristen, dan Diangkat ke surga. Karunia-karunia ini diberikan kepadanya oleh kasih rahmat Tuhan. Dia memang tidak mendapatkannya (earn), namun demikian dia memilikinya (possess).

9. Kenali Bapa-bapamu

ad fontes

Seruan “Ad fontes!” (Lat. “[kembali] ke sumber!”) telah digunakan dalam berbagai konteks di zaman Renaisans, Reformasi, dan oleh tokoh-tokoh Katolik seperti Erasmus dari Rotterdam.

PENUTUP

The Case for Catholicism

Sarjana Baptis Timothy George bertanya, “Mengapa kaum Evangelis mengingat kritik Reformasi atas keberlebihan Marian tetapi tidak penilaian positif tentang peran Maria yang tak tergantikan dalam karya penyelamatan Allah?”.1 Dia mengaitkan sikap ini dengan kecenderungan kaum Evangelis untuk mendefinisikan diri mereka dalam istilah-istilah teologi yang mereka lawan. Jadi George berkata, misalnya, “Menjadi seorang evangelikal berarti tidak menjadi seorang Katolik Roma. Menyembah Yesus berarti tidak menghormati Maria, bahkan jika kehormatan seperti itu didasarkan pada alkitabiah dan suci secara liturgis. Di beberapa tempat dalam dunia evangelikal, hilangnya katolik ditandai dengan penghinaan terhadap kredo kekristenan”.2

16.7. Bukti Patristik

Maria

Orang-orang Protestan yang mengklaim bahwa Maria diangkat ke Surga telah disisipkan (foisted) pada Gereja pada tahun 1950 sama sekali tidak benar. Misalnya, meskipun ia kurang percaya pada doktrin tersebut di kemudian hari dalam hidupnya, pada tahun 1539 Reformator Protestan Heinrich Bullinger menulis, “Perwujudan yang murni dan tak bernoda dari Bunda Allah, Perawan Maria, Bait Roh Kudus, yaitu untuk mengatakan tubuh sucinya, dibawa ke surga oleh para malaikat”.1 Pada tahun 590 St. Gregorius dari Tours menggambarkan Pengangkatan Maria dengan cara ini:

16.6. Bukti Alkitabiah Diangkat ke Surga

Maria

Dalam Why 12:1-6 St. Yohanes menggambarkan penglihatan berikut yang dia miliki tentang surga:

Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya. Ia sedang mengandung dan dalam keluhan dan penderitaannya hendak melahirkan ia berteriak kesakitan. Maka tampaklah suatu tanda yang lain di langit; dan lihatlah, seekor naga merah padam yang besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di atas kepalanya ada tujuh mahkota. Dan ekornya menyeret sepertiga dari bintang-bintang di langit dan melemparkannya ke atas bumi. Dan naga itu berdiri di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, untuk menelan Anaknya, segera sesudah perempuan itu melahirkan-Nya. Maka ia melahirkan seorang Anak laki-laki, yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi; tiba-tiba Anaknya itu dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhta-Nya. Perempuan itu lari ke padang gurun, di mana telah disediakan suatu tempat baginya oleh Allah, supaya ia dipelihara di situ seribu dua ratus enam puluh hari lamanya.1

16.5. Diangkat Jiwa dan Raga

Maria

Pada tanggal 12 November 1950, Paus Pius XII dengan sungguh-sungguh menyatakan dan mendefinisikan bahwa “Bunda Allah yang Tak Bernoda, Perawan Maria yang kekal, setelah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, diangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan surgawi”.1 Frasa “setelah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia” membuka kemungkinan bahwa Maria diangkat ke surga setelah kematian, atau bahwa ia diangkat hidup-hidup ke surga (yang merupakan pandangan minoritas di antara para teolog). Konstitusi apostolik Munificentissimus Deus, yang melaluinya itu didefinisikan, mengatakan bahwa dogma ini adalah dogma yang

16.3. “Juruselamat” dan “Semua Orang Telah Berbuat Dosa”

Maria

Keberatan-keberatan alkitabiah terhadap Dikandung Tanpa Noda biasanya mengambil salah satu dari dua bentuk. Mereka mengklaim bahwa Maria adalah orang berdosa karena semua manusia, kecuali Yesus Kristus, adalah orang berdosa, atau mereka mencoba untuk membuat bukti spesifik bahwa Maria sendiri adalah orang berdosa. Pendekatan yang terakhir biasanya mengutip korban penghapus dosa Maria di Bait Allah (Luk 2:22-24) atau pernyataannya tentang Allah sebagai juruselamatnya (Luk 1:47). Pendekatan sebelumnya biasanya mengutip Rm 3:10 (“Tidak ada yang benar, seorang pun tidak”) dan Rm 3:23 (“Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”) untuk membela pandangan bahwa semua manusia selain Kristus telah berdosa.

16. Dikandung Tanpa Noda dan Diangkat ke Surga

The Case for Catholicism

Dikandung Tanpa Noda tidak mengacu pada pembuahan Yesus di dalam rahim Maria. Itu juga tidak merujuk pada kelahiran Kristus dari perawan di Betlehem. Sebaliknya, dogma Maria Dikandung Tanpa Noda mengacu pada Maria yang dikandung secara ajaib di dalam rahim ibunya, St. Anna. Melalui campur tangan Tuhan, Maria ada dan bebas dari segala noda dosa asal. Paus Pius IX secara infalibel mendefinisikan dogma ini pada tanggal 8 Desember 1854, dalam konstitusi apostolik Ineffabilis Deus:

35. ROSARIO

Kebiasaan Orang Katolik

“Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia”
(Luk 1:48)

Setiap kali kita berdoa Rosario, kita memenuhi nubuat itu setidaknya lima puluh kali. Kita menyebut Perawan Maria “berbahagia”, menggunakan kata-kata terilham dari Kitab Suci. Kita menyapanya dengan salam malaikat Gabriel: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau” (Luk 1:28) [Salam Maria penuh rahmat, Tuhan sertamu]. Kita menyatakan hak istimewanya, menggunakan kata-kata Elizabeth, kerabatnya: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu” (Luk 1:42) [Terpujilah engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuhmu, Yesus]. Mengulangi kata-kata ini sangat menyenangkan, karena kaya dengan makna, diperkuat oleh adegan Injil yang menjadi fokus meditasi kita.1