7. Charlemagne: Juruselamat atau Tuan?

Membawa Keteraturan dari Kekacauan

Saat itu tahun 800. Bayangkan basilika St. Petrus selama misa pada Hari Natal. Pada titik tertentu Paus Leo III mengambil sebuah mahkota di tangannya dan meletakkannya di atas kepala Charlemagne, putra Pepin dan raja kaum Frank. Mahkota ini tidak menandakan kerajaan belaka tetapi martabat kekaisaran, sebuah interpretasi segera terkonfirmasi ketika umat, jelas siap untuk apa yang terjadi, memecah kata-kata yang disediakan untuk kaisar, bernyanyi tiga kali, “Charles, yang paling saleh, Augustus, dimahkotai oleh Tuhan, kaisar yang hebat dan cinta damai, umur panjang dan kemenangan!”[1] Menurut laporan dari istana Charlemagne, paus mencium tanah di depannya, suatu isyarat yang diperuntukkan bagi kaisar. Catatan-catatan kepausan menghilangkan detail penting itu tetapi mencatat, sebaliknya, bahwa Leo mengurapi Charlemagne dan memanggilnya “putra yang istimewa” (excellent son).

4. Kemakmuran ke krisis : Damasus dan Leo Agung

Dari Pinggiran ke Pusat Dunia Romawi

Pada saat Konstantinus meninggal pada tahun 337, dua belas tahun setelah Nicea, gereja telah memasuki era keemasan, dengan lengannya yang dipegang teguh dan penuh penghargaan oleh pelindung besarnya. Itu tidak berarti pengajarannya yang kokoh tidak terganggu. Dari semua masalah, Arianisme berada di daftar paling atas dan menghasilkan kontroversi pahit. Konstantinus tidak pernah secara formal goyah dalam dukungannya terhadap sikap anti-Arian konsili, tetapi dia semakin dipengaruhi oleh para uskup Arian, yang berhasil meyakinkannya tentang niat buruk atau penyimpangan para pemimpin partai ortodoks, yang menyebabkannya mengasingkan beberapa dari mereka. Termasuk di antara orang-orang buangan itu adalah St. Athanasius [1], uskup Aleksandria, yang telah menjadi penentang utama Arius saat konsili dan telah menjadi lambang ortodoksi Nicea. Pada saat Konstantinus meninggal, kaum Arian, yang terbebas dari Nicea, menjadi lebih kuat dari sebelumnya.

3. Konstantinus : Rasul Ketigabelas

Dari Pinggiran ke Pusat Dunia Romawi

Konstantinus bukanlah seorang paus tetapi kaisar Romawi dari tahun 312 sampai 337. Namun, dengan pengecualian Santo Petrus sendiri, dia lebih penting bagi kepausan dan bagi kekristenan itu sendiri daripada paus mana pun. Beberapa orang memuji dekrit Konsili Vatikan II (1962–1965) tentang hubungan gereja-negara sebagai “akhir era Konstantinus”, yang berarti akhir dari 1700 tahun pola-pola tertentu hubungan gereja-negara yang memiliki asal muasalnya dengan kaisar. Penegasan itu mungkin dibesar-besarkan, tetapi setidaknya menunjukkan bahwa sesuatu yang penting terjadi pada gereja dengan Konstantinus.

11. Paulus Tentang Persekutuan Para Kudus

Perspektif Katolik Tentang Paulus

… bagaikan awan yang mengelilingi kita…
Ibr 12:1

Persekutuan Mistik Yang Manis

Banyak orang mengenal himne indah yang ditulis pada tahun 1866 oleh Samuel John Stone berjudul “Satu Fondasi Gereja” (The Church’s One Foundation). Ayat terakhir berbunyi demikian:

XIII. AKHIRAT YAHUDI – AKHIRAT KATOLIK

Rabi yang Disalibkan

Semua hal fana kecuali orang Yahudi.
Semua kekuatan lain lewat, tapi dia tetap tinggal.
Apa rahasia keabadiannya?
– Mark Twain1

Yudaisme tradisional tidak percaya bahwa kematian adalah akhir dari keberadaan manusia. Orang Yahudi ortodoks terus berdoa untuk orang yang telah meninggal, pertanda bahwa ada semacam kehidupan setelah kematian. Seorang Yahudi Ortodoks bebas untuk percaya bahwa jiwa orang benar yang telah meninggal pergi ke tempat yang mirip dengan yang diyakini orang Kristen sebagai surga, atau bahwa mereka hanya “tidur” sampai kedatangan Mesias, ketika mereka akan dibangkitkan. Beberapa orang Yahudi Ortodoks percaya bahwa orang jahat disiksa dan yang lain percaya bahwa mereka lenyap begitu saja. Yudaisme tidak memiliki seorang Paus atau lembaga rabi yang diakui sehingga sulit untuk menentukan kepercayaan “resmi” Yudaisme sehubungan dengan kehidupan setelah kematian.

IX. Konsili Yerusalem dan Implikasinya terhadap Eklesiologi Katolik Selanjutnya

100 Argumen Alkitabiah Melawan Sola Scriptura

72. Para Peserta Konsili Yerusalem, dibimbing oleh Roh Kudus, menegaskan otoritas yang mengikat

Jika Roh Kudus dapat berbicara dalam sebuah konsili di era kerasulan, Dia [juga] dapat melakukannya sekarang. Mengapa keadaan itu berubah? Ini tidak membutuhkan kepercayaan pada wahyu yang sedang berlangsung, yang merupakan masalah lain. Tuhan kita Yesus Kristus memberi tahu para murid pada Perjamuan Terakhir bahwa Roh Kudus akan “mengajarkan segala sesuatu kepadamu” (Yoh 14:26) dan “memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran” (Yoh 16:13). Ini dapat dipahami baik sebagai merujuk pada individu saja, atau dalam arti korporat, atau keduanya. Jika bersifat korporat, maka itu dapat berlaku untuk sebuah konsili Gereja. Dan faktanya, kita melihat persisnya pada Sidang di Yerusalem dalam Kis 15:1-29.