16. Transubstansi dan Kehadiran Nyata

Mengapa Itu Ada Dalam Tradisi?

Gereja Katolik mengajarkan bahwa pada saat Konsekrasi dalam Misa, substansi roti dan anggur, oleh kuasa Kristus yang bekerja di dalam dan melalui imam, diubah menjadi Tubuh dan Darah serta jiwa dan keilahian Kristus. Ini disebut “Kehadiran Nyata” (real presence), dan meskipun accidents (yaitu, karakteristik fisik luar yang dapat dirasakan oleh indra) tetap utuh, substansi (yaitu, realitas batin dari sesuatu yang tidak dapat dirasakan oleh indera) telah diubah menjadi Tubuh dan Darah Tuhan. Realitas dari roti dan anggur Ekaristi telah lenyap.

Ini adalah salah satu Tradisi paling kuno dalam Gereja Katolik; begitu kuno sebenarnya, sehingga kita dapat melacaknya dengan jelas sampai ke titik-pusat pelayanan publik Yesus Kristus. Jadi sebelum kita mempertimbangkan bagaimana Tradisi ini terbentuk dan berkembang di Gereja mula-mula, mari kita berhenti sejenak dan melihat apa yang Kristus sendiri katakan tentang Tradisi ini.

Dalam khotbah “Roti Hidup”-nya, Tuhan menekankan beberapa elemen kunci dari ajaran-Nya tentang Ekaristi:

Pertama, Kristus mengidentifikasi diri-Nya sebagai Ekaristi1 ketika Dia berulang kali berkata, “Akulah roti hidup. Nenek moyangmu telah makan manna di padang gurun dan mereka telah mati. Inilah roti yang turun dari sorga: Barangsiapa makan dari padanya, ia tidak akan mati. Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya; dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia” (Yoh 6:48-51).

Kedua, Yesus mengesampingkan penafsiran metaforis atau simbolis ketika Ia menekankan kepada mereka yang menggerutu tentang ajaran-Nya, “Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku” (Yoh 6:55-57). Dia mengatakan ini sebagai tanggapan terhadap mereka yang gelisah oleh ajaran-Nya dan berkata satu sama lain, “Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan?” (Yoh 6:52).

Dan ketiga, Tuhan menghabiskan waktu yang sangat lama untuk menjelaskan kebenaran ini kepada para pengikut-Nya. Dia tidak terganggu oleh kenyataan bahwa banyak yang memutuskan untuk meninggalkan-Nya karena masalah ini. Demikian pula, hari ini, umat Katolik sering diejek atau ditentang oleh para non-Katolik yang menyangkal Kehadiran Nyata dalam Ekaristi. Kita hendaknya selalu mengikuti teladan Tuhan tentang berdiri teguh dalam pernyataan kita tentang kebenaran ini, bahkan jika itu berarti pertentangan atau penolakan.

St. Paulus memperkuat fakta bahwa Tradisi Kehadiran Nyata Kristus dalam Ekaristi ini dipahami oleh orang-orang Kristen mula-mula secara literal, bukan metaforis atau simbolis: “Aku harus memuji kamu, sebab dalam segala sesuatu kamu tetap mengingat akan aku dan teguh berpegang pada ajaran yang kuteruskan kepadamu… Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: ‘Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!’ Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: ‘Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!’” (1 Kor 11:2, 23-25).

Mengomentari bagian ini dan bagian-bagian terkait dalam Injil yang menceritakan tentang Perjamuan Terakhir, penulis Kristen awal, Uskup Theodorus dari Mopsuestia menulis sekitar tahun 405 tentang Tradisi Kehadiran Nyata Kristus dalam Ekaristi:

“Ketika [Yesus Kristus] memberikan roti, Dia tidak mengatakan, ‘Inilah simbol tubuh-Ku,’ melainkan, ‘Inilah tubuh-Ku.’ Dengan cara yang sama, ketika Dia memberikan cawan darah-Nya, Dia tidak berkata, ‘Inilah simbol darah-Ku,’ melainkan, ‘Inilah dara-Ku,’ karena Dia menghendaki kita memandang [roti dan anggur yang disajikan dalam Liturgi Ekaristi], setelah penerimaan rahmat dan kedatangan Roh Kudus, bukan menurut sifatnya (nature), tetapi menerima mereka apa adanya, tubuh dan darah Tuhan kita” (Catechetical Homilies 5:1).

Dan pernyataan penulis Kristen awal ini menunjukkan bahwa meskipun istilah teologis teknis “transubstansiasi” belum ada dalam kosakata Gereja2, makna di balik istilah itu jelas ada.

Banyak saksi-saksi serupa atas kepercayaan Kristen kuno tentang Kehadiran Nyata yang dapat dikutip. Berikut adalah beberapa contoh yang mewakilinya:

St. Ignatius dari Antiokhia, sekitar 107 M — “Aku tidak memiliki selera untuk makanan yang fana atau untuk kesenangan hidup ini. Aku menginginkan roti Allah, yang adalah tubuh Yesus Kristus, yang berasal dari keturunan Daud; dan untuk minum aku menginginkan darah-Nya, yaitu cinta yang abadi” (Epistle to the Romans 7:3).

St. Ignatius dari Antiokhia — “Perhatikan mereka yang memiliki pendapat-pendapat heterodoks (yang berbeda) tentang kasih karunia Yesus Kristus yang telah datang kepada kita, dan lihatlah betapa bertentangannya pendapat mereka dengan pikiran Allah…. Mereka menjauhkan diri dari Ekaristi dan doa karena mereka tidak mengakui bahwa Ekaristi adalah tubuh Juruselamat kita Yesus Kristus, tubuh yang menderita karena dosa-dosa kita dan yang dibangkitkan kembali oleh Bapa dalam kebaikan-Nya. Mereka yang mengingkari karunia Tuhan binasa dalam perselisihan mereka” (Epistle to the Smyrneans 6:2—7:1).

St. Yustinus Martir, 151 M — “Kami menyebut makanan ini Ekaristi, dan tidak ada orang lain yang diizinkan untuk mengambil bagian di dalamnya, kecuali mereka yang percaya bahwa ajaran kami benar dan yang telah dibasuh dalam permandian yang untuk pengampunan dosa dan untuk kelahiran kembali dan dengan demikian hidup sebagaimana yang diperintahkan Kristus. Karena bukan seperti roti biasa atau minuman biasa yang kita terima ini; tetapi karena Yesus Kristus, Juruselamat kita, berinkarnasi oleh sabda Allah dan memiliki daging dan darah untuk keselamatan kita, demikian juga, seperti yang telah diajarkan kepada kita, makanan yang telah dibuat menjadi Ekaristi melalui doa Ekaristi yang ditetapkan oleh Dia, dan oleh perubahan yang dengannya darah dan daging kita dipelihara, adalah daging dan darah Yesus yang berinkarnasi” (First Apology 66).

St. Irenaeus dari Lyons, 180 M — “Jika Tuhan berasal dari yang lain selain Bapa, bagaimana Dia bisa dengan benar mengambil roti, yang merupakan ciptaan yang sama dengan kita, dan mengakuinya sebagai tubuh-Nya dan menegaskan bahwa campuran dalam cawan itu adalah darah-Nya?… Dia telah menyatakan bahwa cawan, bagian dari ciptaan, sebagai darah-Nya sendiri, darinya Dia menyebabkan darah kita mengalir; dan roti, bagian dari ciptaan, telah Dia tetapkan sebagai tubuh-Nya sendiri, yang darinya Dia menguatkan tubuh kita. Oleh karena itu, ketika cawan campuran [anggur dan air] dan roti menerima Sabda Allah dan menjadi Ekaristi, tubuh Kristus, dan dari sini substansi daging kita dikuatkan dan dihidupi, bagaimana mereka dapat mengatakan bahwa daging tidak mampu menerima karunia Tuhan, yaitu hidup yang kekal — daging yang dipelihara oleh tubuh dan darah Tuhan, dan sebenarnya adalah anggotanya?” (Against Heresies 4:33-32, 5:2).

St. Sirilus dari Yerusalem, 350 M — “Roti dan anggur Ekaristi sebelum doa suci Tritunggal dalah roti dan anggur yang semata, tetapi setelah doa dibuat, roti menjadi tubuh Kristus dan anggur menjadi darah Kristus…. Oleh karena itu, janganlah menganggap roti dan anggur hanya seperti itu; karena mereka, menurut pernyataan Sang Guru, adalah tubuh dan darah Kristus. Meskipun indra menyarankan kepadamu yang lain, biarkan iman membuatmu teguh. Jangan menilai dalam hal ini menurut selera, tetapi yakinlah sepenuhnya dengan iman, jangan ragu bahwa kamu telah dianggap layak untuk tubuh dan darah Kristus… [jadilah] sepenuhnya yakin bahwa roti yang tampak bukanlah roti, meskipun rasanya masuk akal, melainkan tubuh Kristus, dan bahwa anggur yang tampak bukanlah anggur, meskipun rasanya begitu,… ambillah roti itu sebagai sesuatu yang spiritual, dan pasanglah wajah ceria dalam jiwamu” (Catechetical Lectures 19:7, 22:6, 9).

St. Ambrosius dari Milan, 390 M — “Mungkin Anda berkata, ‘Saya melihat sesuatu yang lain [ketika Anda melihat elemen-elemen Ekaristi]; bagaimana Anda menyatakan bahwa saya menerima Tubuh Kristus?’ Dan inilah poin yang tersisa untuk kita buktikan. Dan bukti apa yang akan kita gunakan? Mari kita buktikan bahwa ini bukan yang dibuat alam, tetapi apa yang disucikan oleh berkat, dan kekuatan berkat lebih besar dari pada alam, karena oleh berkat alam itu sendiri diubah…. Maka, kita amati bahwa kasih karunia memiliki kekuatan yang lebih besar daripada alam, namun sejauh ini kita hanya berbicara tentang kasih karunia dari berkat seorang nabi [yaitu, Musa]. Tetapi jika berkat manusia memiliki kuasa sedemikian rupa untuk mengubah alam, apa yang harus kita katakan tentang pengudusan ilahi di mana firman Tuhan dan Juruselamat bekerja? Karena sakramen yang kamu terima itu dijadikan apa adanya oleh sabda Kristus…. Gereja, melihat rahmat yang begitu besar, menasihati para putranya dan teman-temannya untuk datang bersama kepada sakramen, dengan mengatakan, ‘Makanlah, teman-temanku, dan minumlah dan mabuklah, saudaraku.’ (bdk. Kid 5:1) Apa yang kita makan dan apa yang kita minum di tempat lain dijelaskan oleh Roh Kudus melalui para nabi, dengan mengatakan, ‘Kecaplah dan lihatlah, bahwa Tuhan itu baik, berbahagialah orang yang berharap kepada-Nya’ (bdk. Mzm 34:8). Kristus ada di dalam sakramen itu; karena itu adalah Tubuh Kristus, oleh karena itu bukan makanan jasmani tetapi rohani” (The Mysteries 9:50, 58).

St. Augustinus dari Hippo, sekitar 410 M — “Kristus mengangkat dengan tangan-Nya sendiri ketika, menunjuk pada Tubuh-Nya sendiri, Dia berkata, ‘Inilah Tubuhku’ (bdk. Mat 26:26). Karena Dia mengangkat tubuh itu di tangannya” (Expositions on the Psalms 33:1:10).

St. Augustinus dari Hippo, 411 M — “Aku berjanji kepadamu yang sekarang telah dibaptis sebuah khotbah di mana aku akan menjelaskan sakramen Perjamuan Tuhan, yang sekarang kamu lihat dan yang semalam kamu menjadi pesertanya. Kamu harus tahu bahwa kamu telah menerima, apa yang akan kamu terima, dan apa yang harus kamu terima setiap hari. Roti yang kamu lihat di atas mezbah itu, yang telah disucikan oleh sabda Allah, adalah Tubuh Kristus. Piala itu, atau lebih tepatnya, apa yang ada di dalam piala itu, yang telah dikuduskan oleh firman Allah, adalah Darah Kristus.…. Apa yang kamu lihat adalah roti dan piala; itulah yang matamu sendiri laporkan kepadamu. Tetapi apa yang harus kamu terima oleh imanmu adalah bahwa roti itu adalah Tubuh Kristus dan piala itu adalah Darah Kristus. Ini telah dikatakan dengan sangat singkat, yang mungkin cukup untuk iman; namun iman tidak meminta instruksi” (Sermon 272).

Kutipan representatif dari para Bapa Gereja mula-mula ini adalah “monumen-monumen Tradisi” yang luar biasa, yang menunjukkan bahwa sejak awal masa Gereja kepercayaan yang konsisten dan universal di antara orang-orang Kristen mula-mula tentang ajaran Transubstansiasi dan Kehadiran Nyata Kristus dalam Ekaristi.


1  Perhatikan bahwa beberapa ayat sebelumnya, dalam Yoh 6:11, kita membaca bagaimana Kristus memberi makan orang banyak dengan penggandaan roti yang ajaib pada saat Paskah. Perjamuan Terakhir, di mana Tuhan menetapkan dan menyampaikan kepada Gereja-Nya karunia Ekaristi, yang Dia nubuatkan di sini dalam Yoh 6, terjadi pada hari raya Paskah. Kita diberitahu dalam Yoh 6 bahwa setelah mengucap syukur (Yunani: eucharistásas, dari bentuk dasar eucharisteo, dan dari mana kita mendapatkan kata bahasa Inggris “Eucharis”), Kristus melakukan mukjizat yang memberi makan ribuan orang hanya dengan beberapa potong kecil roti dan sedikit ikan. Keesokan harinya, setelah secara ajaib memberikan orang-orang roti jasmani untuk memberi mereka makanan sementara, Dia kemudian mengajari mereka panjang lebar tentang “roti dari surga” yang akan memberi mereka makan untuk selama-lamanya (bdk. Yoh 6:34-35).

2  Istilah “transubstansiasi” — sebagai cara yang tepat untuk menggambarkan fakta bahwa, pada saat Konsekrasi, substansi dari unsur-unsur roti dan anggur tidak ada lagi dan seluruhnya digantikan dengan realitas (yaitu, substansi) dari Tubuh dan Darah, jiwa dan keilahian Kristus — diadopsi pada tahun 1079 oleh teolog Hildebert dari Tours dan dengan cepat ditangkap di antara para teolog lainnya. Pada tahun yang sama, pada masa pemerintahan Paus Gregorius VII, diakon Berengarious dari Tours, yang secara terbuka menyangkal Transubstansiasi dan telah mempromosikan kesalahan itu, mengambil sumpah yang menegaskan keyakinannya pada definisi ortodoks tentang Transubstansiasi. Pada tahun 1215, Konsili Lateran IV mengadopsi “transubstansiasi” sebagai istilah definitif yang digunakan untuk mengungkapkan Tradisi ini. Penggunaan ini diikuti pada tahun 1274 oleh Konsili Lyons, dan pada tahun 1545 oleh Konsili Trente. Definisi formal tentang hakikat Ekaristi dan Kehadiran Nyata ini mensyaratkan bahwa istilah “transubstansiasi” itu sendiri menjadi bagian dari Tradisi Gereja yang hidup. Ini sama sekali tidak berarti atau menyiratkan bahwa doktrin Transubstansiasi “diciptakan” pada abad kesebelas. Sebaliknya, sama seperti istilah teologis teknis “Trinitas” (Yunani: triados, Latin: trinitas) tidak dikembangkan oleh para teolog Katolik sampai hampir abad kedua, istilah baru yang akhirnya ditetapkan Gereja hanyalah cara yang lebih baik untuk mengungkapkan kebenaran yang selalu ada dan diajarkan sejak zaman Kristus dan para Rasul.


Baca juga : Siapa Yang Dapat Menerima Komuni?, Misa, Kristus Dalam Ekaristi, Penetapan Misa, Liturgi Ekaristi.

Leave a comment