10. KOTA MANUSIA ATAU KOTA ALLAH?

Kota Abadi

Saya sangat bingung dengan kekacauan yang terjadi di Barat dan terutama oleh penjarahan Roma sehingga, seperti kata pepatah umum, saya bahkan lupa nama saya sendiri. Lama aku berdiam diri, menyadari bahwa ini adalah waktu untuk menangis.

– St. Jerome1


Kebangkitan dan kemunduran Roma telah digunakan sebagai paradigma politik bagi setiap bangsa besar. Bangsa-bangsa yang kuat tidak bisa tidak membandingkan diri mereka dengan perawakan Roma kuno. Kekaisaran Bizantium tidak pernah menolak statusnya sebagai “Kekaisaran Romawi” lama setelah jatuhnya Roma di Barat. Bahkan setelah kejatuhan Konstantinopel, Moskow mengklaim dirinya sebagai “Roma Ketiga” (Third Rome). Ketika kita mengingat kebangkitan Kekaisaran Romawi Suci abad pertengahan, perlu dicatat bahwa itu bukanlah suci atau Romawi dalam arti istilah yang ketat. Bahkan Raja Henry VIII2 dan para uskupnya membenarkan kepemimpinannya atas Gereja Inggris dengan mengutip otoritas Konstantinus yang nyata atas Konsili Nicea pada tahun 325 (dan semua orang tahu bahwa Konstantinus pertama kali dimahkotai di tanah Inggris di York). Lord Byron mengidentifikasi George Washington sebagai “Cincinnatus dari Barat” (Cincinnatus of the West), sebuah rujukan kepada jenderal agraria terkenal di Roma pra-kekaisaran. Bahkan Napoleon memodelkan dirinya sebagai seorang kaisar Romawi.

31. Ziarah

Kebiasaan Orang Katolik

Ziarah adalah bagian penting dari kehidupan religius Yesus. Jantung Yudaisme kuno adalah kultus pengorbanan Bait Suci Yerusalem. Tidak ada kuil lain, karena tidak mungkin ada dewa lain. Karena Tuhan itu satu, maka Dia hanya memiliki satu kota suci, tempat dia memanggil umat-Nya untuk berziarah: “Tiga kali setahun setiap orang laki-laki di antaramu harus menghadap hadirat TUHAN, Allahmu, ke tempat yang akan dipilih-Nya, yakni pada hari raya Roti Tidak Beragi, pada hari raya Tujuh Minggu dan pada hari raya Pondok Daun” (Ul 16:16; lih. juga Kel 23:17). Maria dan Yusuf memenuhi perintah ini setiap tahun. Satu-satunya pandangan sekilas yang kita miliki tentang masa kanak-kanak Yesus adalah kisah ziarah Keluarga Kudus ke Yerusalem ketika Yesus berusia dua belas tahun. Dia tetap setia pada kewajiban selama masa dewasanya, dan para penginjil secara teratur menunjukkan bahwa Ia berangkat “ke Yerusalem” untuk hari raya (lih. Yoh 2:13, 5:1). Bahkan St. Paulus melakukan perjalanan-perjalanan yang diperlukan, dan bahkan setelah pertobatannya: “Paulus telah memutuskan untuk tidak singgah di Efesus . . .Sebab ia buru-buru, agar jika mungkin, ia telah berada di Yerusalem pada hari raya Pentakosta” (Kis 20:16).