8.2. Kurban yang “Sekali Untuk Selamanya”

Ekaristi dan Misa

Kebanyakan apologis Protestan yang menyangkal bahwa Misa adalah sebuah kurban biasanya mengutip Surat kepada Orang Ibrani dan rujukannya pada kurban Kristus yang “satu kali untuk selama-lamanya” (10:10), atau “satu korban” (10:14). Menurut apologis Protestan John Ankerberg dan John Weldon,

Kristus digambarkan telah menyelesaikan pekerjaan-Nya sekali untuk selamanya dan duduk di sebelah kanan Bapa (Ibr 1:3; 8:1). Finalitas pengorbanan Kristus sangat kontras dengan konsepsi Katolik tentang “pembaruan” konstan dari pengorbanan itu dalam misa. . . Bagaimana misa dapat menerapkan pengampunan dosa yang telah sepenuhnya diperoleh oleh Kristus di kayu salib dan diterapkan kepada orang percaya pada inti iman yang menyelamatkan?1

Umat Katolik setuju bahwa Kristus dikorbankan sekali di kayu Salib dan tidak lagi harus menderita atau mempersembahkan korban berdarah. Ibrani mengajarkan bahwa satu pengorbanan berdarah Kristus di kayu Salib menyelesaikan apa yang tidak dapat dicapai oleh banyak korban hewan dalam Perjanjian Lama. Tetapi ini tidak berarti bahwa Kristus, dalam tubuh kemuliaan-Nya, tidak terus mempersembahkan diri-Nya sebagai kurban yang hidup kepada Bapa sama seperti kita mempersembahkan diri kita kepada Allah (Rm 12:1). Konsili Trente membuat perbedaan ini dalam sesi kedua puluh duanya, dengan mengatakan, “Karena, dalam pengorbanan ilahi yang dirayakan dalam Misa ini, Kristus yang sama hadir dan dikorbankan dengan cara yang tidak berdarah, yang pernah mempersembahkan diri-Nya secara berdarah di atas mezbah salib”.2

Ibr 7:24-25 berkata tentang Kristus, “Tetapi, karena Ia tetap selama-lamanya, imamat-Nya tidak dapat beralih kepada orang lain. Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka”.3 Jika Kristus adalah “imam selama-lamanya”, maka Kristus akan selalu memenuhi tugas imamat-Nya dengan mempersembahkan satu kurban-Nya kepada Bapa atas nama kita. Eksistensi kurban surgawi yang berkelanjutan juga dapat ditemukan dalam Ibr 9:23, yang mengatakan bahwa “segala sesuatu yang melambangkan apa yang ada di sorga haruslah ditahirkan secara demikian, tetapi benda-benda sorgawi sendiri oleh persembahan-persembahan yang lebih baik dari pada itu”.4

Dalam komentarnya tentang Ibrani, George Buchanan mengatakan bahwa para sarjana Protestan seperti dia “memiliki masalah dengan bagian-bagian ini, karena pengorbanan Kristus yang ‘sekali untuk selamanya’ di bumi dianggap membuat semua korban lain tidak diperlukan lagi”.5 Tapi dia mencatat bahwa

karena pola dasar surgawi berfungsi sama seperti tiruannya di dunia, tampaknya masuk akal bagi imam besar surgawi untuk mempersembahkan korban-korban di surga. Korban-korban ini, tentu saja, harus lebih baik daripada korban duniawi, tetapi fungsinya adalah untuk membersihkan “hal-hal surgawi” (Ibr 9:23).6

Sekali lagi, penulis Ibrani menolak gagasan bahwa Kristus harus “berulang-ulang menderita sejak dunia ini dijadikan” (Ibr 9:26). Tetapi dia juga mengakui adanya korban surgawi lainnya serta fakta bahwa Kristus mempersembahkan diri-Nya kepada Bapa di mana Dia “menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita” (Ibr 9:24). Menurut uskup Anglikan Stephen Sykes,

Kristus terus-menerus bersyafaat dengan darah-Nya di hadirat Allah atas nama orang-orang berdosa. . . Jika pengorbanan itu menjadi permohonan abadi atas nama orang-orang berdosa oleh Kristus yang dimuliakan di surga, adalah masuk akal untuk mengatakan bahwa doa umat Kristiani (Christian body) pada Ekaristi yang digabungkan dengan tubuh Kristus, kepalanya, adalah persembahan kurban itu sendiri.7

Akhirnya, dalam Ibr 13:10 penulis berkata, “Kita mempunyai suatu mezbah dan orang-orang yang melayani kemah tidak boleh makan dari apa yang di dalamnya”. Mereka yang “melayani kemah” adalah para imam Yahudi yang melayani di Bait Suci Yerusalem (yang mungkin masih ada ketika Ibrani ditulis). Para penafsir modern yang menyangkal bahwa ini adalah rujukan pada altar Ekaristi secara literal biasanya mendasarkan ini pada asumsi bahwa Ibrani mengajarkan tidak ada lagi korban-korban. Tetapi kita telah menunjukkan bahwa Ibrani mengakui eksistensi banyak korban surgawi yang tak berdarah, jadi tidak ada alasan bahwa realitas-realitas surgawi itu tidak memiliki salinan (counterparts; tiruan, pasangan…red) duniawi. Sarjana Protestan Victor Pfitzner mengatakan:

Pernyataan bahwa teologi Ibrani mengecualikan setiap dimensi sakramental diragukan. Korban-korban selanjutnya untuk penebusan dosa ditolak, tetapi [ayat] 13:9-10 tidak mengesampingkan menyantap santapan kurban Kristen. Perhatian harus diberikan agar tidak menafsirkan Ibrani melalui Paulus, tetapi menarik untuk dicatat bahwa Paulus, dengan analogi, menghubungkan mezbah Israel dengan meja Tuhan (1 Kor 10:18, 21).8

Argumen-argumen lain yang menentang Misa mengklaim bahwa itu bertentangan dengan keampuhan pengorbanan Kristus di kayu Salib. James White bertanya, “Dapatkah seseorang mendekati Kalvari seribu kali, mencari pengampunan, namun mati ‘tidak murni’, sehingga harus menderita di api penyucian sebelum memasuki hadirat Tuhan? Jika tidak, maka Misa tidak bisa menjadi kurban yang sama seperti di Kalvari”.9 Dalam nada yang sama, Ankerberg dan Weldon mengutip Ibr 10:18, yang mengatakan, “Jadi apabila untuk semuanya itu ada pengampunan, tidak perlu lagi dipersembahkan korban karena dosa”. Mereka kemudian bertanya, “Jika tidak ada lagi kurban untuk dosa, apa yang mungkin menjadi tujuan Misa sebagai kurban bagi dosa-dosa?”10

Jawabannya, seperti yang telah kita lihat, adalah bahwa tidak ada lagi korban berdarah bagi dosa. Tidak akan pernah ada “penyaliban kembali” Kristus. Tetapi (berlawanan dengan Ankerberg, Weldon, dan White) satu pengorbanan berdarah Kristus diterapkan pada orang yang berbeda dengan cara yang berbeda, sebuah fakta yang juga diterima oleh banyak orang Protestan. Misalnya, penulis Ibrani mengatakan bahwa jika seorang percaya terus berbuat dosa dengan sengaja setelah menerima kebenaran, “maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu” (10:26). Kristus tidak dikorbankan lagi, tetapi satu kurban-Nya harus tetap ada setelah Penyaliban dalam beberapa bentuk sehingga dapat mencapai tujuan keselamatannya.

Selain itu, Alkitab mengajarkan bahwa pengorbanan Kristus menebus bukan hanya untuk dosa-dosa kita, tetapi untuk dosa seluruh dunia (1 Yoh 2:2), itulah sebabnya Allah disebut “Juruselamat semua manusia, terutama mereka yang percaya” (1 Tim 4:10). Tetapi ini tidak berarti bahwa semua orang akan diselamatkan, karena pengorbanan Kristus harus diterapkan pada seorang individu agar manjur dalam menyelamatkan orang itu.

Berkenaan dengan argumen White, klaimnya bahwa kurban Misa tidak mewakili kurban Kalvari karena mereka yang mengambil bagian di dalamnya masih berpotensi terhilang terbukti tidak benar. Lagi pula, banyak orang Protestan percaya bahwa seseorang dapat mengambil bagian dari pengorbanan itu melalui iman dan tetap mati sebagai murtad. Tentu saja, White dan para apologis Reformed lainnya percaya bahwa Kristus mati hanya untuk orang-orang pilihan dan bahwa orang-orang ini tidak dapat kehilangan keselamatan mereka. Tetapi ini berarti bahwa argumen White menentang Misa sekarang bergantung pada doktrin-doktrin untuk mendukungnya yang ditolak oleh sebagian besar Protestan, termasuk beberapa Calvinis. Ini termasuk doktrin penebusan terbatas (limited atonement), yang disangkal oleh beberapa Calvinis, dan jaminan kekal (eternal security), yang ditolak oleh banyak Protestan secara lebih luas (dan yang akan kita bahas dalam bab 12). Karena kita akan menunjukkan bahwa jaminan kekal adalah salah dan penebusan terbatas jelas bertentangan dengan kesaksian Kitab Suci bahwa Kristus mati untuk semua orang, ini berarti argumen White menentang Misa tidak berhasil.11


1  “Christ is pictured as having accomplished his work once for and for all and having sat down at the right hand of the Father (Heb. 1:3; 8:1). The finality of Christ’s sacrifice stands in stark contrast with the Catholic conception of the constant “renewal” of that sacrifice in the mass How can the mass apply a forgiveness of sins that was already fully earned by Christ on the cross and applied to the believer at the very point of saving faith?”, John Ankerberg dan John Weldon, Protestants & Catholics: Do They Now Agree? (Eugene, OR: Harvest House Publishers, 1995), 81.

2  ““Forasmuch as, in this divine sacrifice which is celebrated in the Mass, that same Christ is contained and immolated in an unbloody manner, who once offered Himself in a bloody manner on the altar of the cross””, “Tentang Kurban Misa”, Konsili Trente, September 17, 1563, bab. 2.

3  “He holds his priesthood permanently, because he continues for ever. Consequently he is able for all time to save those who draw near to God through him, since he always lives to make intercession for them [emphasis added]”

4  “it was necessary for the copies of the heavenly things to be purified with these rites, but the heavenly things themselves with better sacrifices than these”

5  “have had trouble with these passages, because Christ’s ‘once for all’ sacrifice on earth was thought to make all other sacrifices unnecessary”

6  “since the heavenly archetype functions just as its earthly imitation, it seemed reasonable for the heavenly high priest to offer sacrifices in heaven. These sacrifices, of course, must be better than their earthly counterparts, but their function is to cleanse “the heavenly things” (Heb 9:23)”, George Wesley Buchanan, The Book of Hebrews: Its Challenge from Zion (Eugene, OR: Wipf and Stock, 2006), 301. Dikutip dalam Jimmy Akin, “Jesus’ ‘Once for All’ Sacrifice”, diakses pada 11 Juli, 2017. (Saya juga berutang kepada Jimmy Akin penjelasan tentang Misa via korban berdarah dan tak berdarah).

7  “Christ continually [emphasis in original] intercedes with his blood in the presence of God on behalf of sinners If that sacrifice is being eternally pleaded on behalf of sinners by the exalted Christ in the heavens, it is but a short step to say that the prayer of the Christian body at the Eucharist joined with that of Christ, its head, is itself offering of a sacrifice”, dikutip dalam Steve Walton, “Sacrifice and Priesthood in Relation to the Christian Life and Church in the New Testament”, dalam Sacrifice in the Bible, ed. Roger T. Beckwith dan Martin J. Selman (Eugene, OR: Wipf and Stock, 2004), 147.

8  “The assertion that the theology of Hebrews excludes any sacramental dimension is questionable. Further sacrifices for atonement from sin are rejected, but 13:9-10 does not rule out the eating of a Christian sacrificial meal. Care must be exercised so as not to interpret Hebrews through Paul, but it is interesting to note that Paul, by analogy, connects the altar of Israel with the table of the Lord (1 Cor. 10:18, 21)”, Victor Pfitzner, Hebrews (Nashville, TN: Abingdon Press, 1997), 204.

9  “Can a person approach Calvary a thousand times, seeking forgiveness, and yet die ‘impure,’ so as to have to suffer in purgatory before entering God’s presence? If not, then the Mass cannot be the same sacrifice as that of Calvary”, James R. White, The Roman Catholic Controversy (Minneapolis: Bethany House, 1996), 166.

10  “If there is no longer a sacrifice for sin, what can possibly be the purpose of Mass as a sacrifice for sins?”, Ankerberg and Weldon, Protestants & Catholics, 81.

11  Lih. juga misalnya 1 Yoh 2:2: “Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia”; juga, 1 Tim 4:10: “kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, terutama mereka yang percaya.” Untuk jawaban atas bantahan Calvinis dari ayat-ayat ini, lih. The Grace of God and the Will of Man: A Casefor Arminianism, ed. Clark H. Pinnock (Grand Rapids, MI: Zondervan, 1989), 57-96.


Baca juga : Misa, Misa Umat Kristen Mula-mula, Asal Kata “Misa”, Liturgi Ekaristi, Misa Sebagai Sebuah Kurban, Penetapan Misa, Kristus Dalam Ekaristi.

Leave a comment