53. Marie Antoinette adalah ratu Katolik yang egois dan merosot martabatnya yang tanpa perasaan menyuruh rakyatnya yang kelaparan untuk ‘makan kue’

a Mixed Bag

Pada akhir abad kedelapan belas Gereja Katolik di Prancis tampil percaya diri. Negara itu 98 persen Katolik. Gereja diorganisir ke dalam 139 keuskupan, dengan 40.000 paroki yang dikelola oleh 128.000 imam dan religius perempuan. Itu 10 persen dari tanah di Prancis.1 Adapun Prancis sendiri adalah salah satu negara paling kuat di dunia. Saingan lamanya, Inggris, memiliki angkatan laut yang tangguh tetapi baru saja menderita kekalahan besar dalam Perang Kemerdekaan Amerika, sebagian berkat bantuan militer Prancis ke koloni-koloni. Pada umumnya, bangsa dan Gereja tampak stabil; sedikit yang akan menduga akhir dari monarki maupun Gereja di Prancis pada akhir abad ini.

Tetapi perang yang panjang dan mahal telah membuat negara itu terjerat utang yang tidak dapat dipulihkannya. Musuh-musuh Gereja percaya bahwa krisis keuangan dapat diselesaikan dengan mengambil alih kekayaan dan properti Gereja, seperti yang telah dilakukan di negara-negara Protestan di Eropa. Raja Louis XVI (memerintah 1774-1792) tidak menyukai saran itu, tetapi dia tahu sesuatu yang radikal harus dilakukan agar bangsa ini pulih. Tidak yakin kebijakan apa yang akan diambil, raja menghapus Parlement dan membentuk Estates-General, sebuah badan penasihat perwakilan yang tidak pernah bertemu selama 175 tahun.2 Perselisihan di antara anggota Estate Ketiga akhirnya mengarah pada pembentukan Majelis Nasional yang bertugas menyusun sebuah konstitusi nasional. Pada musim panas 1789, elemen-elemen revolusioner di Paris menyerbu Bastille, benteng abad pertengahan yang berubah menjadi penjara kerajaan yang telah menjadi simbol tirani monarki.3 Maka dimulailah salah satu revolusi politik dan agama yang paling dahsyat dalam sejarah, yang para pendukungnya melihat dua hambatan utama untuk meraih kemenangan yakni: monarki dan Gereja. Selama empat tahun berikutnya mereka kelak menghapus yang satu, dan menyakiti yang lain.

Raja Louis XVI adalah seorang Katolik taat yang sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Dia menurunkan pajak, mengurangi pengeluaran-pengeluaran kerajaan di Versailles, mengakhiri kontrol pemerintah atas perdagangan biji-bijian (yang membantu menurunkan harga roti), menghapuskan penyiksaan, dan mengakhiri kebiasaan tahunan di mana petani diharuskan bekerja dua minggu tanpa bayaran untuk memelihara jalan-jalan umum. Sayangnya, Louis mencontohkan pepatah yang mengatakan bahwa pemimpin yang buruk adalah orang yang, bukan membuat keputusan yang buruk tetapi, tidak membuat keputusan apa-apa. Ambivalensi kronisnya dalam menghadapi krisis politik, keuangan, dan sosial berkontribusi besar pada kejatuhannya. Ia pun bentrok dengan kaum bangsawan yang semakin berkuasa dan kaya raya. Di tengah krisis keuangan, Louis meminta kekuatan dan dukungan kepada istrinya selama hampir dua puluh tahun, Marie Antoinette (1755-1793).

Sang Ratu adalah wanita yang sangat mandiri yang tidak menyukai peran bawahan yang biasanya diperuntukkan bagi para istri raja Prancis. Ibunya, Maria Theresa, memerintah selama empat puluh tahun sebagai Permaisuri Romawi Suci. Marie adalah salah satu dari enam belas bersaudara dan dibesarkan sebagai seorang Katolik yang taat. Pada usia enam belas tahun ia menikahi calon Louis XVI, yang mengharuskannya pindah dari Austria ke Prancis. Pernikahan tersebut menghasilkan tiga anak: Marie-Thérèse Charlotte, Louis Joseph (the Dauphin), dan Louis Charles. Terlepas dari kecintaannya pada negara adopsinya, beberapa elemen masyarakat Prancis terus menganggapnya sebagai orang asing (dia secara merendahkan disebut “Orang Austria”). Para jurnalis menggambarkannya sebagai “seorang lesbian pembunuh, hedonistik, dan tak pernah puas secara seksual yang berencana mengkhianati negara demi. . . negara asalnya, Austria”. Dia dijuluki “Nyonya Defisit” (Madame Deficit)4 karena gaya hidupnya yang menurut dugaan orang, boros.5 Meskipun dia dikenal suka mengadakan pesta-pesta yang rumit (elaborate parties) dan hidup mewah pada awalnya, gaya hidupnya berubah saat dia dewasa dan kepeduliannya terhadap rakyat biasa meningkat.6

Pada tahun 1785, musuh ratu (dan monarki pada umumnya) menggunakan kisah yang dikenal sebagai “The Affair of the Diamond Necklace” untuk memicu sentimen negatif terhadapnya. Sebelum dia meninggal, Louis XV yang sudah tua telah menugaskan seorang pengrajin perhiasan Swiss untuk membuat kalung yang terdiri dari 647 berlian 2.800 karat dan bernilai 1,6 juta livre.7 Raja meninggal sebelum kalung itu selesai dibuat, yang membuat toko perhiasan itu putus asa (dan berhutang). Louis XVI menawarkan untuk membeli kalung itu sebagai hadiah pernikahan nanti untuk putri mereka, tetapi Ratu Marie menolak untuk menyetujuinya, berkomentar bahwa uang itu akan lebih baik dihabiskan untuk membangun kapal perang. Tukang perhiasan mengancam bahwa jika mereka tidak membeli perhiasan itu, dia akan bunuh diri. Marie tidak bergeming, dan menyarankan agar dia memecah kalung itu menjadi potongan-potongan yang lebih kecil agar lebih mudah dijual.

Pada titik ini, cerita berubah menjadi aneh. Seorang kardinal yang mudah dibodohi bernama de Rohan terlibat dalam kisah itu dengan menawarkan untuk membeli kalung itu untuk menjilat ratu (meskipun faktanya Marie tidak tertarik sama sekali pada kalung itu). De Rohan memberi tahu toko perhiasan bahwa ratu sekarang menginginkan perhiasan itu dan dia dikirim untuk menegosiasikan harganya. Keterlibatan kardinal didasarkan pada penipuan. Dia telah diyakinkan oleh gundiknya, seorang penipu bernama Jeanne de La Motte, bahwa sang ratu benar-benar menginginkan kalung itu tetapi tidak ingin membelinya di depan umum selama krisis keuangan. De Rohan ingin sekali menjilat ratu sehingga dia bernegosiasi dengan toko perhiasan. Setelah harga disepakati, de La Motte menipu toko perhiasan untuk memberinya kalung dengan kedok dia dikirim oleh kardinal untuk mengambilnya. Setelah memiliki barang yang mahal itu, dia memberikannya kepada kekasih rahasianya, yang melarikan diri ke Inggris dan menjualnya dengan harga yang mahal. Ketika pengrajin perhiasan datang ke Versailles untuk menuntut pembayaran, plot sebenarnya diketahui dan de Rohan ditangkap dan diadili tetapi akhirnya dibebaskan. Publik, yang terus mengikuti perkembangan perkara dengan laporan-laporan dari persidangan de Rohan, menyalahkan ratu untuk keseluruhan episode itu. Sekarang dia dipandang sebagai “pelacur Austria” yang hanya peduli pada kekayaan dan perhiasan mewah. Seluruh urusan mesum tidak hanya merusak reputasinya, tetapi juga monarki itu sendiri.8

Episode seperti ini menjadi bahan mitos kemudian hari tentang Ratu Marie, seperti misalnya dugaan ketidakpeduliannya terhadap penderitaan rakyatnya selama krisis keuangan tahun 1780-an. Sejarawan anti-Katolik menciptakan cerita tentang bagaimana, ketika diberitahu bahwa orang-orang Paris yang kelaparan tidak memiliki roti untuk dimakan, dia menjawab, “Biarkan mereka makan kue”. Tidak ada dasar untuk percaya bahwa dia pernah mengatakannya, dan itu tidak pernah dikaitkan dengannya selama Revolusi. Ini pertama kali muncul dalam karya Jean-Jacques Rousseau, Confessions, yang selesai ditulisnya pada tahun 1769, setahun sebelum Marie menikahi Louis dan pindah ke Prancis.9 Para sejarawan sekarang percaya bahwa kutipan terkenal buruk itu diucapkan oleh Maria Theresa dari Spanyol, istri pertama Louis XIV, yang meninggal tujuh puluh dua tahun sebelum Marie Antoinette lahir!10 Kutipan itu tidak hanya isapan jempol, tetapi juga sepenuhnya bertentangan dengan apa yang sebenarnya diketahui tentang Marie, yang sangat peduli dengan penderitaan rakyat Prancis, seperti yang digambarkan dengan pendirian dapur umum di Paris untuk memberi makan mereka yang lapar.

Setelah kaum revolusioner menguasai Prancis pada tahun 1789, mereka memenjarakan keluarga kerajaan di Istana Tuileries. Kurang dari dua tahun kemudian, Louis, Marie, dan anak-anak mereka berusaha melarikan diri ke perbatasan, tetapi ditangkap dan dibawa kembali ke Paris. Pada musim panas 1792, massa bersenjata turun ke Tuileries, dan menahan Louis dan Marie. Sebulan kemudian monarki secara resmi dihapuskan, dan pada Januari 1793 Raja Louis dieksekusi. Sembilan bulan kemudian, Marie diadili atas tuduhan palsu yang tidak masuk akal, yaitu mengadakan pesta pora di Versailles, mengirim uang dari kas negara ke Austria, dan melakukan pelecehan seksual terhadap putranya. Dihukum karena semua alasan itu, dia dijatuhi hukuman mati, diarak di jalan-jalan Paris di depan 30.000 orang, dan kemudian dipenggal dengan guillotine.11


Kisah Sebenarnya

Marie Antoinette mencintai masyarakat Prancis dan sangat peduli pada mereka di saat-saat sulit. Dia tidak pernah berkata, “Biarkan mereka makan kue,” seperti yang dituduhkan oleh para propagandis anti-Katolik dan anti-monarki. Fitnahan-fitnahan terhadap istri, ibu, dan ratu Katolik yang setia ini, berlanjut hingga hari ini, dan merupakan sebuah parodi keadilan. Kebenaran tentang ratu yang hebat ini harus dipulihkan, dan kebohongan-kebohongan yang keterlaluan tentangnya dihapus dari ingatan.


1  Semua statistik berasal dari Walter Cardinal Brandmüller, Light & Shadows: Church History amid Faith, Fact and Legend, terj. Michael J. Miller (San Francisco, CA: Ignatius Press, 2009), 190.

2  Masyarakat Prancis dibagi menjadi tiga estate sebagai berikut: First Estate (imam), Second Estate (bangsawan), dan Third Estate (rakyat biasa).

3  Berlawanan dengan kepercayaan populer, Bastille tidak penting bagi monarki karena dianggap perlu dihancurkan karena biaya perawatannya yang tinggi.

4  Selama Revolusi, ia dikenal sebagai Madame Deficit karena krisis keuangan negara itu disebabkan oleh pengeluarannya yang mewah dan penentangannya terhadap reformasi sosial dan keuangan Turgot dan Necker. Dikutip dari Wikipedia…red

5  Hilaire Belloc, Marie Antoinette (New York: Tess Press, 1909), 190.

6  Ibid., 77.

7  Warren H. Carroll dan Anne Carroll, The Revolution Against Christendom (Front Royal, VA: Christendom Press, 2005), 116.

8  Ibid.

9  Ibid.

10  Lih. Carroll, The Revolution Against Christendom, 117.

11  Carroll, The Revolution Against Christendom, 234.


Leave a comment